Jakarta, FORTUNE - Tahun ini perekonomian digital Indonesia mencapai nilai transaksi bruto, yang biasa diistilahkan dengan GMV atau gross merchandise value, US$90 miliar dan diproyeksikan akan meningkat hingga US$360 miliar pada 2030, demikian laporan Google e-Conomy SEA 2024.
Pesatnya ekspansi perekonomian digital Tanah Air, didukung oleh kian bertambahnya topangan dari pemerintah serta adopsi cloud oleh bisnis, akan mendongkrak permintaan untuk infrastruktur pusat data yang lebih kuat. Di samping itu, inovasi dalam bidang kecerdasan buatan (AI), internet of things (IoT), dan analitik big data akan kian memacu permintaan terhadap pusat data canggih.
Dalam kaitan ini, Haris Izmee, Direktur Utama Equinix Indonesia, menyodorkan sejumlah prediksinya atas tren infrastruktur Teknologi Informasi (IT) di Indonesia pada 2025. Sebagai konteks, Equinix Indonesia tergolong sebagai penyedia infrastruktur digital serta layanan-layanan penting yang mendukung pertumbuhan organisasi. Tahun depan rencananya perusahaan tersebut akan meluncurkan pangkalan datanya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, dengan nilai investasi US$74 juta.
Tren 1: Adopsi pendekatan hibrida dalam penerapan AI dengan mengintegrasikan infrastruktur private AI
Sebagian besar lonjakan awal dalam penerapan layanan AI didorong oleh ketersediaan Large Language Models (LLMs) pada cloud publik. Namun, kini kian banyak perusahaan digital menyadari pendekatan infrastruktur alternatif mungkin lebih cocok untuk beberapa jenis beban kerja AI, terutama yang melibatkan data pribadi.
Alih-alih mengirimkan data dan pertanyaan pengguna untuk diproses oleh model pada cloud publik, yang dikenal dengan pendekatan 'data to model', banyak organisasi kini beralih menggunakan pendekatan 'model to data'. Pendekatan ini melibatkan penerapan model AI pada infrastruktur komputasi privat yang terletak dekat dengan penyimpanan data privat organisasi, biasanya di lokasi fisik yang lebih dekat dengan pengguna akhir model tersebut. Pendekatan ini berpotensi memberikan manfaat dari segi privasi, kecepatan, dan biaya.
Pendekatan ‘Model to Data' sejalan dengan Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI). Berdasarkan Peraturan Presiden No. 39/2019, kebijakan ini membentuk dasar yang kuat untuk pengembangan AI dengan menerapkan prinsip data-once-only. Prinsip ini mewajibkan sinkronisasi arsitektur data pada seluruh lembaga nasional dan lokal, yang mengutamakan perlindungan data, persetujuan pengguna, pertukaran data antar lembaga yang aman, serta proses yang efisien untuk mengurangi pengumpulan data yang berlebihan untuk mendukung inovasi AI dan meningkatkan kerja sama antar lembaga publik.
Pada 2025, diperkirakan akan terjadi peningkatan proporsi perusahaan yang menerapkan infrastruktur AI hibrida demi memungkinkan fleksibilitas dalam pemanfaatan infrastruktur pribadi maupun publik. Kalimantan Timur, Jakarta, dan Kepulauan Riau menjadi wilayah dengan minat dan permintaan tertinggi terhadap AI.
Industri utama yang mendorong minat pencarian AI adalah pemasaran, game, dan pendidikan. Selain itu, unduhan aplikasi seluler yang menggunakan fitur AI menunjukkan 69 persen pengguna tertarik pada fitur AI lainnya, sementara 9 persen tertarik pada efek foto dan 9 persen pada pengeditan video.
Tren 2: Memperkuat keamanan siber dengan kemampuan AI dan kuantum yang semakin berkembang
Ancaman siber semakin meningkat di kawasan Asia-Pasifik, dengan pengeluaran untuk keamanan siber diperkirakan mencapai US$36 miliar pada 2024.
Berdasarkan laporan Kearney, pelanggaran keamanan siber dan kebocoran data masih sering terjadi di Indonesia, yang menduduki peringkat ke-85 dari 175 negara. Peningkatan ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk semakin canggihnya serangan siber yang memanfaatkan teknologi AI dan IoT.
Komputasi kuantum akan menjadi ancaman utama bagi keamanan siber yang semakin cepat berlaku. Ini menghadirkan risiko serius terhadap elemen-elemen penting dari infrastruktur utama publik saat ini dan diperkirakan akan mampu memecahkan enkripsi dalam hitungan menit. Bahkan, aktor negara sudah mulai mengumpulkan data sensitif yang terenkripsi dengan tujuan untuk mendekripsinya pada masa mendatang saat teknologi ini tersedia, yang dikenal dengan serangan 'harvest now, decrypt later'.
Untuk mengatasi ancaman ini, kriptografi kuantum dan alat AI generatif semakin menjadi komponen penting dalam strategi keamanan siber bagi organisasi. Sebagai contoh, Quantum Key Distribution as a Service (QaaS), layanan cloud yang memungkinkan akses internet ke teknologi distribusi utama kuantum, menawarkan perlindungan kuat untuk jaringan perusahaan swasta, memastikan komunikasi yang aman dan integritas data. Integrasi bertahap teknologi kuantum ke dalam kerangka kerja keamanan siber akan menjadi penting dalam melindungi data dari serangan kriptografi yang semakin canggih. Quantum Key Distribution akan memberikan tingkat keamanan yang belum pernah ada sebelumnya, melindungi data sensitif dari ancaman siber yang semakin kompleks.
Equinix sendiri mendukung lonjakan kuantum melalui kemitraan dengan perusahaan-perusahaan seperti Quinessence Lab, SK Telecom, Toshiba, dan BT. Kemitraan ini memberikan akses ke solusi keamanan siber yang ditingkatkan oleh teknologi kuantum kepada organisasi untuk mengatasi serangan ‘harvest now, decrypt later' dan memastikan data tetap aman.
Tren 3: Memanfaatkan komputasi edge untuk meningkatkan kedaulatan data
Fokus pemerintah yang semakin besar terhadap kedaulatan data, ditambah dengan berkembangnya IoT, AI generatif, dan aplikasi waktu nyata, mengharuskan adanya infrastruktur IT yang kuat pada ujung jaringan. Komputasi edge memungkinkan pemrosesan data secara lokal, mengurangi risiko transfer data, dan memastikan kepatuhan terhadap undang-undang nasional yang berkaitan dengan kedaulatan data yang berbeda-beda di seluruh Asia-Pasifik.
Di kawasan Asia-Pasifik, beberapa negara telah mulai menerapkan kebijakan kedaulatan data yang ketat untuk melindungi data warganya. Sebagai contoh, Undang-Undang Keamanan Siber Tiongkok mewajibkan data yang dikumpulkan di dalam negeri untuk disimpan secara domestik. Demikian pula, Peraturan Pemerintah No. 71 Indonesia mewajibkan operator sistem elektronik untuk menyimpan data secara lokal. Baru-baru ini, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Peraturan-peraturan ini menyoroti pentingnya solusi pemrosesan data yang terlokalisasi seperti komputasi edge untuk memfasilitasi kepatuhan dan penanganan data yang aman.
Tren 4: Meningkatkan aplikasi bisnis dengan hybrid multicloud
Sekitar 37 persen pusat data cloud dunia terdapat di Asia-Pasifik. Pasar cloud publik di kawasan ini diperkirakan akan tumbuh pada CAGR 26 persen hingga 2026, dengan ekspansi yang direncanakan di pasar-pasar seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Sebagai pemimpin infrastruktur cloud di Asia-Pasifik, Indonesia siap memanfaatkan hal ini dengan perusahaan cloud global yang berkembang untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Dengan penyedia layanan cloud besar seperti Google Cloud, Amazon Web Services (AWS), Microsoft Azure, dan Alibaba Cloud yang meluncurkan wilayah cloud di Indonesia, negara ini diperkirakan akan menjadi pasar cloud publik terbesar kedua di Asia Tenggara.
Namun, di sisi lain, banyak perusahaan mengadopsi pendekatan hybrid multicloud, yang menggabungkan kelincahan dari berbagai layanan cloud publik dengan manfaat infrastruktur cloud pribadi. Beberapa faktor mendorong perusahaan menuju solusi hybrid multicloud, termasuk kelangkaan GPU, biaya cloud yang tidak dapat diprediksi, rasio harga terhadap kinerja untuk beban kerja yang dapat diprediksi, dan kasus penggunaan tertentu yang mengharuskan data sepenuhnya berada di bawah kendali pelanggan.
Hybrid multicloud akan terus menjadi standar bagi perusahaan yang ingin mengoptimalkan infrastruktur TI mereka, dengan menyeimbangkan manfaat cloud publik dan pribadi.