4 Penerapan Artificial Intelligence di Industri Alas Kaki

Mulai dari cetak sepatu 3D hingga mendeteksi sepatu KW.

4 Penerapan Artificial Intelligence di Industri Alas Kaki
Ilustrasi sepatu cetak 3D. Shutterstock/asharkyu
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan kini banyak digunakan di berbagai industri. Pemanfaatan AI secara umum dinilai dapat meningkatkan efisiensi operasional, meningkatkan produktivitas pekerja, mendorong efisiensi waktu, dan sebagainya.

Sejalan dengan manfaat kecerdasan buatan, hingga kini teknologi AI terus berkembang seiring dengan kebutuhan industri, salah satunya di industri fesyen dan yang terbaru alas kaki (footwear). Melalui penggunaan IoT dan perangkat yang berkembang pesat, industri alas kaki akan segera menjadi pendorong utama penggunaan AI dalam mode. 

Dilansir dari Global Tech Outlook pada Senin (11/10), laporan Marketsandmarkets telah memprediksi pertumbuhan AI di pasar fashion, dari US$ 228 juta pada 2019 menjadi US$ 1.260 pada 2024, dengan  Compound Annual Growth Rate (CAGR) 40,8 persen sepanjang periode tersebut.

Laporan ini juga memprediksi Asia Pasifik akan menjadi kawasan dengan CAGR tertinggi, yang didorong berbagai faktor. Di antaranya adopsi media sosial dan ekspansi perusahaan lokal, serta inisiatif pemerintah terkait teknologi AI. Sementara Amerika Utara akan menjadi pasar terbesar AI di industri fesyen hingga di 2024 nanti.

Laporan dari Marketsandmarkets ini juga mengungkapkan faktor-faktor kunci bagi pertumbuhan AI di pasar fesyen. Contohnya, faktor permintaan pelanggan untuk memperoleh pengalaman yang lebih personal. Kebutuhan inventory management dan berkembangnya pengaruh media sosial di industri fesyen juga akan berkontribusi terhadap pertumbuhan AI dan fesyen dalam tiga tahun ke depan. Lalu apa saja contoh penerapan fungsi AI di industri alas kaki?

1. Mendesain sesuai kaki pengguna

Nike meluncurkan Nike Fit, sebuah tool pengukuran sepatu secara digital. Teknologi AI dalam Nike Fit mampu merekomendasikan ukuran yang cocok untuk tiap model sepatu yang diinginkan konsumen. 

Tool ini bekerja dengan menggabungkan kekuatan computer vision, machine learning, data science, dan algoritma rekomendasi. Bagaimana cara kerjanya?

Pengguna dipersilakan memindai kakinya menggunakan kamera smartphone. Dalam hitungan detik, Nike Fit akan mengumpulkan 13 data point untuk memetakan morfologi kedua kaki pelanggan. Data tersebut kemudian disimpan di profil pelanggan yang  terlebih dulu harus menjadi anggota NikePlus. Data ini akan digunakan saat pelanggan berbelanja sepatu.

Dalam upayanya menerapkan AI, Nike juga mengakuisisi perusahaan yang mengembangkan  predictive AI dan cloud analytics, Celect. Nike akan memanfaatkan teknologi Celect di aplikasi dan situs web SNKRS yang akan membantu perusahaan meningkatkan strategi penjualan langsung ke konsumen. 

Nike mengklaim penjualan langsung yang berdasarkan teknologi AI dan analitik telah meningkatkan pangsa pasarnya sebanyak 12 persen, atau 30 persen dari pendapatan total. 

2. Teknologi cetak 3D untuk sepatu

Menggandeng AutoDesk, Under Armour, produsen footwear dan sportswear asal AS, memanfaatkan AI dan 3D printing untuk membuat sneaker yang dicetak (print) dan tanpa jahitan. Sneaker ini didesain agar ringan, tahan lama, dan nyaman di kaki pengguna dengan midsole yang ditopang oleh struktur mirip kisi kristal (lattice). 

Setelah Under Armour menyelesaikan konsep desain, AutoDesk pun mengambil peran. Sistem machine learning dan AI milik AutoDesk—yang biasanya digunakan untuk menguji desain baru—mengkalkulasi berbagai aspek dari desain sneaker tersebut, mulai dari daya tahan sampai tampilan akhir produk. Setelah program AutoDesk memberikan lampu hijau, desain pun dikirimkan ke proses cetak tiga dimensi (3D printing). 

Cetakan 3D pertama Under Armour training shoes diluncurkan secara komersial pada 2021. Namun, mereka bukan satu-satunya perusahaan yang menerapkan teknologi pencetakan 3D di sepatu produksinya. Tahun sebelumnya, New Balance menciptakan sepatu lari cetak 3D pertama. Sebelum itu, Adidas juga mengungkapkan midsole cetak 3D yang dicetak untuk kaki atlet

3. Memeriksa keaslian sepatu

Merek barang fesyen terkenal tentu akan banyak ditiru orisinalitasnya dan dijual dengan harga miring. Membanjirnya produk-produk bajakan atau akrab disebut KW ke pasar, membuat para pemilik merek sepatu terkemuka, seperti Adidas, Nike, Puma, dan lainnya mencari cara untuk mengatasi masalah ini.

Penyedia teknologi untuk memeriksa autentikasi sebuah produk, Entrupy, menerapkan AI untuk mengidentifikasi keaslian produk. Solusi bernama Legit Check Tech (LCT) terdiri dari aplikasi dan hardware

Untuk memeriksa keaslian barang, letakkan sepatu yang akan dicek orisinalitasnya ke dalam perangkat LCT. Kemudian LCT yang dilengkapi delapan kamera akan memotret produk dari berbagai sudut. 

Selanjutnya, melalui aplikasi yang ada di smartphone pengguna, foto-foto itu diunggah secara otomatis setelah dipasangkan dengan gambar produk aslinya. AI membantu menganalisis foto dengan mendeteksi nomor tag pada sepatu dan mencocokannya dengan nomor yang ada di database produsen sepatu. 

4. AI sebagai pelatih lari

Dengan AI, sepatu pun bisa menjadi “pelatih” lari berkat teknologi berbasis AI yang dikembangkan oleh sebuah perusahaan bernama Runvi. Dengan kemampuan AI, sepatu-sepatu tersebut dilengkapi 30 pressure point pada dua solnya dan sebuah akselerator yang bertugas mengumpulkan data tentang cara berlari si pengguna. 

Sepatu ini juga memiliki “otak” yang dinamai Core dan yang menenagai sensor dan menyimpan data sebelum mengirimkannya ke smartphone pengguna. Setelah data terkumpul, aplikasi akan “melatih” pengguna sepatu berlari dengan benar. 

Menariknya, Core Ia akan menampilkan data-data usai pengguna berlatih lari. Aplikasi juga akan memberikan tips sebelum pengguna mulai berlatih lari. Tips diformulasikan berdasarkan hasil analisis data-data tentang gaya berlari si pengguna. 

Contoh penerapan AI lainnya datang dari startup Boltt, pengembang sepatu bermerek ‘B’. Boltt menggunakan AI untuk menyajikan dynamic audio feedback terpersonalisasi berdasarkan data real time kinerja dan latihan yang dilakukan pengguna. Proses ini ditunjang oleh kecerdasan sepatu Boltt yang berupa rule, algoritma, dan machine learning yang sangat kompleks.

Dengan mencatat aktivitas harian, termasuk deteksi otomatis sleep/rest sepanjang hari, sepatu cerdas ini membantu penggunanya tetap di jalur yang tepat untuk mewujudkan target kebugarannya. 

Ada pula perusahaan yang mengembangkan sepatu dengan SmartSoles yang mampu melacak keberadaan penderita Alzheimer atau penyakit demensia lainnya, penderita autisme, dan orang yang mengalami luka traumatis pada otak yang cenderung mengalami disorientasi saat bepergian sendirian.

Sepatu yang memiliki sistem GPS ini juga dapat dipakai oleh orang yang berpotensi mengalami penculikan. Misalnya, profesi wartawan, staf di pemerintahan, dan para eksekutif perusahaan.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024