Jakarta, FORTUNE - Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini telah berkembang sedemikian rupa di berbagai sektor, salah satunya sektor transportasi. AI di industri penerbangan semakin penting untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan meningkatkan efisiensi.
Contoh terbarunya adalah adopsi software flight dispatching berbasis kecerdasan buatan oleh Alaska Airlines. Berkolaborasi dengan para dispatcher berlisensi Federal Aviation Administration (FAA), software bernama Flyways yang dibuat oleh Airspace Intelligence ini, membantu perusahaan penerbangan membuat rencana penerbangan secara lebih presisi.
Dispatcher dilisensikan oleh FAA dan berbagi tanggung jawab hukum untuk keselamatan pesawat bersama dengan pilotnya. Selama setahun terakhir, beberapa dari petugas operator tersebut mendapat bantuan dari ‘rekan baru’ yang mahir: sistem kecerdasan buatan Flyways yang diramu startup dari Silicon Valley.
Hasilnya, kecerdasan buatan dapat membuat prediksi yang lebih baik terkait penerbangan—seperti cuaca dan lalu lintas udara—daripada petugas perencana penerbangan yang berpengalaman.
Dikutip dari Fortune.com pada Selasa (12/10), dalam masa percobaan software tersebut, Alaska Airlines dapat menghemat bahan bakar dan menekan emisi karbon, serta meningkatkan on-time performance dan keandalan.
“Ini sebuah game changer bagi dunia penerbangan, seperti halnya Google Maps dan Waze mengubah cara kita berkendara,” kata Pasha Saleh, Director Flight Operations, Alaska.
Tentu masih banyak ruang bagi penerapan AI yang akan mentransformasi bisnis penerbangan, mengingat AI baru memulai debutnya di sini. AI bisa berperan mulai dari tahap mulai dari pre-flight hingga post-flight. Misalnya dalam pembelian tiket, pemilihan bangku, bagasi, boarding, dan transportasi di darat. Berikut beberapa contoh peran AI dalam industri penerbangan.
1. Optimalisasi rute dan manajemen lalu lintas udara rendah karbon
Salah satu permasalahan umum transportasi adalah kemacetan lalu lintas. Penggunaan AI pun diyakini dapat mengatasi permasalahan ini. Flyways menggabungkan beberapa algoritma dan menggunakan berbagai teknik machine learning yang berbeda. Beberapa melibatkan pembelajaran yang diawasi, di antaranya bersumber dari data historis dan pembelajaran penguatan melalui trial and error dalam simulasi.
Modul-modul tersebut kemudian disatukan menjadi satu antarmuka pengguna. Salah satu manfaat dari pendekatan modular ini adalah kemudahan bagi Flyways AI untuk menjelaskan kepada petugas operator mengapa ia membuat rekomendasi tertentu.
“Itu penting, jika petugas operator akan belajar memercayai saran Flyways. Penting juga untuk membantu mereka memutuskan kapan mereka mungkin tidak ingin mengikuti saran AI,” kata CEO Airspace, Philip Buckendorf.
Apa yang membuat Flyways berbeda? AI mencoba menemukan rute paling hemat bahan bakar di seluruh armada pesawat dan memperhitungkan bagaimana pergerakan pesawat lain di udara untuk membuat solusi hemat bahan bakar.
Di masa lalu, operator maskapai penerbangan akan membuat keputusan perutean tunggal—biasanya dua jam sebelum waktu lepas landas dan tidak mengubahnya lagi. Sistem Air Traffic Management (ATM) modern yang berbasis AI/machine learning memungkinkan maskapai penerbangan dan perusahaan transportasi udara lainnya mengatur agar rute penerbangan.
AI dapat memperbarui rute yang akan menawarkan penghematan bahan bakar yang lebih baik. Optimalisasi ini dapat berujung pada penghematan bahan bakar dan waktu tempuh penerbangan.
2. Meningkatkan pengalaman pelanggan
Ada sejumlah faktor yang mendorong perusahaan penerbangan mengadopsi AI. Namun, pendorong utamanya adala pergeseran harapan pelanggan.
Dalam aktivitas sehari-hari, kita sudah terbiasa “dimanjakan” oleh pengalaman tanpa kendala dan lebih personal seperti yang ditawarkan oleh para raksasa teknologi, seperti Google, Amazon, Apple, dan Facebook. Para pelancong pun menginginkan hal yang sama saat mereka bepergian dengan pesawat terbang.
Faktor pendorong lain yang tak kalah penting adalah kebutuhan bisnis penerbangan untuk meningkatkan efisiensi. Dilansir dari Bagsid pada Selasa (12/10), studi McKinsey memperlihatkan bahwa melalui adopsi AI, industri perjalanan (travel) global akan memperoleh efisiensi yang nilainya mencapai lebih dari US$ 400 miliar atau sekitar Rp57,6 triliun.
3. Penentuan Dynamic Ticket Pricing
Disadari atau tidak pelanggan maskapai merasakan bahwa penerbangan yang sama bisa dikenai tarif yang berbeda, bergantung engine pembanding harga. Waktu keberangkatan, destinasi, jarak penerbangan, dan jumlah kursi yang tersedia juga dapat memengaruhi harga tiket. Dan harga tiket yang sama pun bisa berubah dalam hitungan menit.
Di balik algoritma dynamic pricing ini ada solusi cerdas, misalnya machine learning dan big data analytics. Inilah contoh penerapan AI yang paling umum kita jumpai di bisnis penerbangan.
Dilansir dari Altexsoft pada Selasa (12/10) untuk menetapkan harga tike, airline perlu memahami perilaku penumpang dan permintaan pasar. Itulah yang membantu tercapainya penetapan harga dinamis.
AI berperan mengubah harga secara real time berpatokan pada data real time. Seperti pola pemesanan pelanggan, harga pesaing, bahkan cuaca dan acara populer dapat memengaruhi permintaan produk dan tentunya mencapai titik ideal harga agar maskapai bisa meningkatkan keuntungan.
Prediksi keterlambatan jadwal penerbangan
Ini hal yang kerap membuat para penumpang gusar. Apalagi ketika informasi adanya keterlambatan jadwal penerbangan (delay) ini disampaikan pihak airline secara mendadak. Ada banyak faktor penyebab terjadinya delay dan aplikasi berbasis machine learning dapat membantu bandara dan airline memprediksi delay dan menginformasikannya kepada penumpang secepat mungkin.
Dengan cara ini, pengalaman pelanggan airline pun akan lebih baik karena mereka akan memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan re-booking atau mengubah rencananya.
5. Penjadwalan kru
Ketika membuat jadwal untuk kru (crew scheduling), maskapai penerbangan harus mempertimbangkan beberapa hal, seperti kontrak dan persyaratan hukum, kualifikasi dan sertifikasi yang dimiliki karyawan, preferensi personal karyawan, ketersediaan, dan sebagainya.
Selain itu, pihak maskapai juga harus menangani jaringan karyawan yang kompleks, yang mencakup awak kabin, pilot, ali mesin, dan spesialis lainnya, guna membuat persiapan sebelum pesawat diterbangkan.
Sistem workforce management (WFM) yang cerdas akan memudahkan maskapai menyusun jadwal terbang kru. Maskapai dapat memastikan setiap penerbangan akan dikawal kru dalam jumlah yang tepat dan berjalan sesuai jadwal. Pemanfaatan AI di sisi WFM ini juga diyakini para ahli sebagai cara terbaik mengembangkan potensi setiap awak kabin.
6. Predictive maintenance
Salah satu tantangan utama di industri penerbangan adalah mengurangi biaya dan delay, sementara mereka juga harus menjaga atau meningkatkan safety level. Dan persentase terbesar dari keterlambatan atau delay adalah akibat pemeliharaan yang kurang terencana.
Tentunya meningkatkan reliabilitas dan memprediksi kerusakan menjadi aspek penting untuk menekan biaya pemeliharaan. Namun, pendekatan preventif tak lagi memadai untuk menjawab tantangan tersebut.
Industri penerbangan pun kini melirik solusi Predictive Maintenance yang didukung AI. Dengan memadukan algoritma prediktif, machine learning dan IoT. Teknologi tersebut dapat membantu maskapai memperoleh insight tentang berbagai komponen mesin pesawat, sehingga diperoleh informasi tentang waktu pemeliharaan dan perbaikan yang tepat sesuai kondisi pesawat.
Di samping itu, ‘asisten canggih’ itu membantu mengantisipasi kerusakan atau kegagalan pada mesin pesawat. Pada gilirannya, pemanfaatan AI di area ini akan mengoptimalkan kerja, menghemat biaya, dan memastikan setiap pesawat selalu dalam kondisi laik terbang.