Jakarta, FORTUNE - Intel kini tengah berjuang untuk "bertahan hidup" di era Kecerdasan Buatan (AI), yang didominasi oleh Nvidia. Kesalahan strategis selama bertahun-tahun membuat raksasa chip ini tertinggal dalam persaingan. Pat Gelsinger, yang diangkat sebagai CEO Intel pada tahun 2021, mempertaruhkan nasib perusahaan pada teknologi chip terbaru, 18A, dengan harapan dapat menyaingi Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. (TSMC).
Melansir Fortune.com, sejumlah upaya dilakukan untuk memenangkan persaingan. Investasi besar-besaran dilakukan di Chandler, Arizona, di mana Intel menggelontorkan hampir US$30 miliar untuk membangun dua pabrik semikonduktor canggih. Chandler diprediksi akan menjadi tempat di mana nasib Gelsinger dan Intel akan ditentukan.
Penyebab kemunduran Intel dapat dilacak pada kegagalan perusahaan menangkap dua revolusi besar teknologi: smartphone dan AI. Di awal abad ke-21, Intel terlalu fokus pada chip untuk PC dan pusat data, yang membuatnya tertinggal dalam inovasi smartphone. Lebih parah lagi, Intel gagal merespons cepat terhadap munculnya chip yang dirancang khusus untuk AI.
Sementara itu, Nvidia berhasil memanfaatkan unit pemrosesan grafis (GPU) yang awalnya dirancang untuk video game dan mengubahnya menjadi tulang punggung dalam pelatihan dan pengoperasian model AI. Hasilnya, Nvidia kini bernilai lebih dari US$3 triliun, jauh melampaui Intel yang hanya bernilai sekitar $84 miliar.
Upaya membalikkan keadaan
Gelsinger kini berpacu melawan waktu untuk membalikkan keadaan Intel. Fokusnya adalah memperkuat manufaktur dan memasuki pasar chip AI. Namun, banyak pihak yang skeptis apakah Intel mampu bersaing dengan Nvidia, yang sudah jauh di depan. Kesalahan besar lainnya adalah penundaan produksi chip CPU yang memungkinkan pesaing seperti AMD merebut pangsa pasar yang signifikan.
Intel juga sempat salah langkah dalam pengembangan chip AI. Pada tahun 2019, mereka meluncurkan Ponte Vecchio, chip AI yang rumit dan mahal, namun gagal bersaing dengan chip Nvidia. Gelsinger akhirnya menunda proyek ini dan beralih pada desain baru yang diperkirakan akan keluar pada tahun 2025.
Meskipun demikian, Intel tidak sepenuhnya gagal. Perusahaan berhasil menjalin kesepakatan dengan Amazon Web Services (AWS) dan Microsoft untuk memproduksi chip AI generasi berikutnya di pabrik 18A miliknya. Namun, Intel menghadapi krisis keuangan besar, di mana biaya pengembangan pabrik terus melampaui proyeksi awal, sementara penjualan menurun drastis. Sejak Gelsinger mengambil alih, pendapatan tahunan Intel turun sebesar US$24 miliar, atau sekitar 30 persen.
Untuk mengatasi tekanan finansial, Gelsinger terpaksa melakukan penghematan besar-besaran, termasuk memotong biaya hingga US$10 miliar dan mem-PHK 15 persen dari tenaga kerja Intel. Dia juga menunda pembangunan pabrik baru senilai US$32 miliar di Jerman dan meminta bantuan pemerintah AS melalui pendanaan dari Undang-Undang CHIPS. Kondisi ini menempatkan Intel di persimpangan jalan, di mana langkah-langkah drastis mungkin diperlukan jika perusahaan ingin bangkit kembali.