Jakarta, FORTUNE - ChatGPT telah menggemparkan dunia. Dalam waktu dua bulan setelah dirilis, program percakapan atau chatbot berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) mencapai 100 juta pengguna aktif dan menjadikannya aplikasi dengan pertumbuhan tercepat yang pernah diluncurkan.
Para pengguna tertarik dengan kemampuan canggih alat tersebut. ChatGPT dapat membantu penggunanya menerjemahkan teks, membuat rangkuman teks, membuat kerangka tulisan, membuat kode pemrograman, dan sebagainya. Namun, data yang dikumpulkan ChatGPT memiliki keterbatasan karena hanya diperbarui hingga 2021.
“Hati-hati Chat GPT tak selalu benar, harus ada kroscek,” kata CEO & CTO GDP Labs yang juga CTO GDP Ventures, On Lee, dalam diskusi “AI for Good: How AI is Helping Humanity and Business” di Fortune Indonesia Summit 2023, Kamis (16/3).
Di balik itu, privasi data menjadi sorotan sebab OpenAI–perusahaan di belakang ChatGPT–memasukkan lebih dari 300 miliar kata yang diambil secara sistematis dari internet: buku, artikel, situs web, dan postingan–termasuk informasi pribadi yang diperoleh tanpa persetujuan.
Mengapa ChatGPT mengancam keamanan data pribadi?
Saat mengambil atau menggunakan data/arsip pribadi, OpenAI tak pernah meminta persetujuan. Ini jelas merupakan pelanggaran privasi, terutama ketika data bersifat sensitif dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi kami, anggota keluarga atau mendeteksi lokasi.
“Mereka dengan mudah mengambil data, tetapi waktu kita meminta data itu dihapus setengah mati, hampir impossible,” ujarnya.
On Lee menambahkan, ada risiko lain yang lebih besar. Misalnya, ketika ada security issue yang mengancam keamanan informasi akun perbankan pribadi.
“Informasi ini mungkin kelihatan sepele, tapi ada ada oknum yang dapat mengambil keuntungan,” ujarnya.
Sayangnya, kesasadaran masyarakat terkait perlindungan data pribadi masih rendah.
“Awareness masih terbatas, tapi Anda harus memperhatikan ini. Dan di balik kenyamanan menggunakan smartphone harus disertai tanggung jawab untuk melindungi data Anda sendiri dan keluarga,” katanya, menambahkan.
On Lee juga menegaskan, keamanan dan privasi data telah menjadi isu besar dalam menggunakan platform ChatGPT.
Diharapkan disahkannya UU Perlindungan Data Pribadi yang disahkan DPR pada 2022 dapat menjadi payung hukum dalam melindungi melindungi hak fundamental warga negara untuk perlindungan data pribadi, khususnya di ranah digital.