OECD: Seperempat Pekerjaan Berisiko Tinggi Digantikan AI

Pekerjaan yang memakai lebih dari 25 keterampilan.

OECD:  Seperempat Pekerjaan Berisiko Tinggi Digantikan AI
ilustrasi Artificial Intelligence (unsplash.com/Lukas)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Lebih dari seperempat pekerjaan yang bergantung pada keterampilan di negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dapat diotomatisasi oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Hal ini membuat para pekerja khawatir kehilangan pekerjaan karena revolusi AI di masa mendatang.

OECD merupakan blok beranggotakan 38 orang yang mencakup sebagian besar negara kaya tetapi juga beberapa negara berkembang seperti Meksiko dan Estonia. Belum banyak bukti kemunculan AI berdampak signifikan pada pekerjaan saat ini, namun ini bisa saja dikarenakan revolusi masih dalam tahap awal, menurut OECD.

Prospek Ketenagakerjaan 2023 yang dirilis lembaga tersebut mengungkapkan, pekerjaan dengan risiko otomatisasi tertinggi mencapai 27 persen dari angkatan kerja rata-rata di negara-negara OECD, dengan wilayah paling terpapar di sekitar negara-negara Eropa Timur. Pekerjaan dengan risiko tertinggi didefinisikan sebagai pekerjaan yang menggunakan lebih dari 25 dari 100 keterampilan dan kemampuan yang menurut pakar AI dapat diotomatisasi dengan mudah.

Sementara dari survei OECD tahun lalu menemukan, tiga dari lima pekerja khawatir kehilangan pekerjaannya karena AI dalam 10 tahun ke depan. Survei tersebut mencakup 5.300 pekerja di 2.000 perusahaan sektor manufaktur dan keuangan di tujuh negara OECD. Adapun, survei dilakukan sebelum ledakan kemunculan AI generatif seperti ChatGPT.

Dampak positif AI

Terlepas dari kecemasan atas berkembangnya AI, dua pertiga pekerja yang sudah bekerja dengan teknologi ini mengatakan otomatisasi justru membuat pekerjaan mereka tidak terlalu berbahaya atau membosankan.

"Bagaimana AI pada akhirnya akan berdampak pada pekerja di tempat kerja dan apakah manfaatnya akan lebih besar daripada risikonya, akan bergantung pada tindakan kebijakan yang kami ambil," kata Sekretaris Jenderal OECD, Mathias Cormann dalam konferensi pers.

“Pemerintah harus membantu para pekerja untuk bersiap menghadapi perubahan dan memanfaatkan peluang yang akan dihasilkan oleh AI,” ujarnya.

Upah minimum dan perundingan bersama dapat membantu meringankan tekanan AI terhadap upah sementara pemerintah dan regulator perlu memastikan hak-hak pekerja tidak dikompromikan, kata OECD.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya
Cara Menghitung Dana Pensiun Karyawan Swasta, Ini Simulasinya
Konsekuensi Denda Jika Telat Bayar Cicilan KPR, Bisa Disita
Investor Asing Hengkang dari Pasar Obligasi Asia pada Desember 2024
Cara Mengurus Sertifikat Tanah Hilang, Biaya, dan Prosedurnya