Jakarta, FORTUNE - Baru-baru ini, Project S TikTok menjadi sorotan karena dianggap sebagai ancaman bagi pertumbuhan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia.
Beberapa pihak telah menyuarakan kekhawatiran mengenai dampak Project S TikTok.
Salah satunya, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi. Dia menyatakan cemas dengan program tersebut dan berkomitmen membentuk sebuah tim khusus (satuan tugas/satgas) yang bertujuan melindungi pelaku UMKM dari dampak buruk praktik social commerce asing.
"Terus terang memang kemajuan teknologi ini memerlukan cara berpikir baru untuk mengatasinya. Bukan hanya Kominfo yang ngurusin, tetapi juga antarinstansi yang in charge untuk hal-hal seperti ini," kata Budi, Sabtu (22/7).
Melalui Project S, TikTok dianggap berencana memanfaatkan platform media sosialnya untuk berjualan barang-barang yang umum diproduksi atau dipasarkan UMKM. Praktik ini dianggap dapat mengancam eksistensi UMKM dalam negeri.
Apa itu Project S TikTok?
Platform e-commerce yang disebut Project S telah diluncurkan oleh perusahaan induk TikTok, ByteDance, dan telah beroperasi di pasar Inggris sejak 21 Juni 2023.
Menurut laporan dari Financial Times, Project S berbeda dari TikTok Shop karena merupakan platform tempat perusahaan langsung menjual produknya, bukan sebagai tempat para pedagang memamerkan dan menjual produk.
Penerapan Project S memungkinkan pemilik akun TikTok di Inggris untuk menggunakan fitur belanja baru yang disebut Trendy Beat dalam aplikasi TikTok. Fitur ini menawarkan barang-barang populer seperti alat untuk membersihkan telinga atau penyikat bulu hewan dari pakaian.
Semua barang yang diiklankan akan langsung dikirim dari Cina dan dijual oleh perusahaan milik TikTok yang berbasis di Singapura. Model bisnisnya mirip dengan cara Amazon yang menciptakan dan mempromosikan rangkaian produk terlarisnya.
Dengan adanya fitur ini, perusahaan dapat memanfaatkan pengetahuan TikTok tentang produk-produk yang sedang viral dan memungkinkannya untuk memperoleh atau membuat barang-barang tersebut sendiri.
Terdapat kekhawatiran atas pola yang muncul dari fitur baru TikTok yang diuji coba di Inggris. Semua barang yang dijual ternyata diproduksi di Singapura oleh anak perusahaan Byte Dance, perusahaan yang memiliki platform TikTok.
Kekhawatiran utama dari Project S adalah bahwa TikTok akan memanfaatkan platformnya yang telah memiliki pasar dan jalur distribusi untuk menjual produk-produk hasil produksi sendiri. Ini dapat mengambil pasar dari pelaku UMKM yang selama ini menggunakan fitur TikTok Shop.
Selain itu, melalui Project S Byte Dance sebagai pemilik platform memiliki potensi untuk memanipulasi konten jualan populer guna mempromosikan produk-produk mereka sendiri, yang mengarah pada pandangan bahwa Project S dapat menjadi praktik bisnis yang tidak sehat.