Jakarta, FORTUNE - The International Council On Clean Transportation (ICCT) merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk menghentikan penjualan kendaraan non-battery electric vehicle (BEV), seperti internal combustion engine (ICE), hybrid electric vehicle (HEV), dan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) secara bertahap mulai 2040 jika ingin mencapai status Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Senior Researcher & Co-coordinator for Battery and EV Cost Parity Cluster ICCT, Aditya Mahalana, mengatakan riset lembaganya pada 2023 menunjukkan Kendaraan Listrik atau electric vehicle (EV) diperkirakan memiliki masa pakai 18-20 tahun.
Dia mengatakan kendaraan hybrid memang menawarkan efisiensi energi, tapi di sisi lain kendaraan jenis ini masih mengandalkan penggunaan bahan bakar fosil.
Jika rekomendasi tersebut tidak diambil, maka penggunaan BBM akan tetap mendominasi, dan pertumbuhan bauran energi baru terbarukan (EBT) Indonesia akan cenderung stagnan pada 23-25 persen dari 2025 hingga 2050.
Namun, jika pemerintah menjalankan rekomendasi barusan, bauran EBT Indonesia bisa meningkat signifikan hingga di atas 80 persen hingga 2050.
Aditya juga mendorong pemerintah agar Indonesia bisa memproduksi baterai di dalam negeri untuk mendukung penggunaan kendaraan listrik di Tanah Air.
“Kebijakan non-insentif seperti pengecualian ganjil-genap di Jakarta atau penerapan tarif khusus untuk parkir kendaraan listrik baterai dan lainnya bisa membantu,” kata Aditya.
Dapat pula diterapkan opsi keringanan biaya untuk mengisi baterai kendaraan listrik baterai di luar peak hour (dari malam sampai pagi hari) demi tercapainya target produksi 2 juta mobil listrik dan 13 juta sepeda motor listrik.
Hasil perbandingan emisi antar jenis kendaraan
Dalam kajiannya, ICCT juga membandingkan daur hidup emisi (life-cycle emissions) pada kendaraan listrik baterai untuk segmen kendaraan kecil, sport utility vehicle (SUV), dan multipurpose vehicle (MPV), yang pada 2023 menunjukan 47–56 persen lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan BBM.
Proyeksi daur hidup emisi untuk SUV pada 2030 diperkirakan menjadi 52–65 persen lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan BBM yang diproduksi pada 2023.
Jika pengisian daya kendaraan listrik baterai menggunakan listrik dari sumber energi terbarukan, maka potensi emisinya bisa mencapai 85 persen lebih rendah.
HEV masih menggunakan BBM dan hanya menawarkan manfaat efisiensi bahan bakar.
PHEV juga masih mengandalkan BBM sebagai bahan bakar utamanya.
Sepeda motor listrik pun tercakup dalam kajian ICCT. Berdasarkan kajian tersebut, sepeda motor listrik memiliki potensi untuk mengurangi emisi GRK dibandingkan dengan motor konvensional.
Kajian ICCT menunjukkan pada 2023 daur hidup emisi sepeda motor segmen sepeda motor listrik lebih rendah 26–35 persen ketimbang sepeda motor BBM.
Proyeksi daur hidup emisi sepeda motor listrik pada 2030 memiliki potensi reduksi emisi 34–51 persen dibandingkan dengan sepeda motor BBM yang diproduksi pada 2023.