Jakarta, FORTUNE – Pemerintah telah menetapkan positive list produk yang boleh diperdagangkan lintas negara secara langsung atau cross border melalui e-commerce.
Dalam daftar tersebut, ada empat kategori yaitu buku, film, musik, dan perangkat lunak atau software yang tetap bisa dijual langsung secara lintas batas.
Kebijakan tersebut diputuskan dalam sebuah rapat koordinasi terbatas (Rakortas) yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang dihadiri oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Selasa (31/10).
“Setelah mendengar masukan dari berbagai pihak, hari ini pemerintah telah menetapkan positive list produk yang boleh diperdagangkan lintas negara melalui cross border online meski dengan harga di bawah US$100,” kata Teten yang dikutip dari akun media sosial Instagram @tetenmasduki_ , Rabu (1/11).
Teten mengatakan pengecualian ini tetap sejalan dengan upaya bersama untuk mencegah banjir produk impor dan melindungi produk lokal sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.31/2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Sementara itu, barang-barang di luar empat kategori tersebut akan disatukan dalam negative list atau daftar barang-barang impor yang mendapat pengawasan dengan ketentuan khusus, seperti dijual dengan harga minimum US$100 per unit, menyertakan sertifikat Halal, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk makanan dan kosmetik serta sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).
Perlu upaya bersama-sama
Sebelumnya, Zulkifli Hasan menyampaikan Kementerian Perdagangan tidak bisa sendirian dalam menetapkan daftar barang yang diizinkan untuk diimpor.
Sebab, barang-barang impor juga berhubungan erat dengan kementerian lain seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian dan lainnya.
Lebih lanjut, produk-produk impor yang masuk ke Tanah Air nantinya harus memenuhi kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI). Terkhusus makanan dan kosmetik, harus mencantumkan sertifikat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Dari BPOM ini layak atau tidak, kemudian HS (Harmonized System Code) number-nya cocok apa tidak, jangan sampai barangnya A HS-nya tapi produknya beda gitu," ujar Zulkifl, Selasa (3/10).