Jakarta, FORTUNE – AC Ventures merilis laporan berbasis data mengenai dampak perusahaan dan portofolionya terhadap perekonomian digital Indonesia dengan fokus pada indikator, yakni environmental, social, and governance (ESG). Perusahaan modal ventura ini berharap kajian tersebut dapat menjadi standar ESG untuk sektor teknologi RI.
Dalam merilis laporan bertajuk “Penskalaan Dampak dengan Teknologi”, AC Ventures bekerja sama dengan Boston Consulting Group, perusahaan konsultasi manajemen asal Amerika Serikat, serta The Upright Project, perusahaan teknologi yang berbasis di Finlandia.
Dengan menggunakan teknologi Upright, AC Ventures menyatakan diri sebagai venture capital pertama di Asia Tenggara yang melaporkan dampak dengan cara yang setara dengan standar Eropa.
Upright memiliki misi untuk menciptakan insentif bagi perusahaan dalam mengoptimalkan dampak bersih mereka. Perusahaan ini menghasilkan data yang membantu investor institusi dan perusahaan dalam membuat keputusan di masa depan dengan mempertimbangkan ESG.
Studi ini dibuat berdasar atas standar rasio dampak bersih. Indikator dimaksud merupakan skor persentase seberapa efektif sekelompok perusahaan mengubah sumber daya menjadi dampak positif.
Laporan dimaksud mengukur kinerja AC Ventures serta portofolionya dalam hal 'lingkungan', 'kesehatan', 'masyarakat', dan 'pengetahuan.' Hasilnya, rasio dampak bersih venture capital ini mencapai +37 persen dengan area terkuat di 'masyarakat' dan 'kesehatan.' Sebagai perbandingan, rata-rata rasio dampak bersih S&P 500 hanya +2% persen.
“Tujuan dari laporan debut ini adalah untuk memberikan AC Ventures, perusahaan portofolio kami, dan ekosistem teknologi secara umum tentang apa yang harus dilaporkan dan bagaimana melakukan pelaporan dalam hal ESG dan dampaknya,” kata Lauren Blasco, Prinsipal dan Kepala ESG AC Ventures,” dalam keterangan kepada media, Selasa (5/10).
Ekonomi keberlanjutan
ESG secara keseluruhan merupakan kerangka kerja untuk menangani risiko jangka panjang yang berpotensi dihadapi organisasi pada masa mendatang. Menurut Bloomberg Intelligence, di bidang keuangan dan investasi, aset ESG akan mengalami pertumbuhan cepat yang pada 2022 mencapai US$41 triliun, dan menjadi US$50 triliun pada 2025.
Adrian Li, Pendiri dan Managing Partner AC Ventures, menyatakan kunci dalam menciptakan perusahaan berkelanjutan adalah melalui pemberdayaan kepada pendiri untuk membangun perusahaan yang menghasilkan nilai, tidak hanya bagi perekonomian, tapi bagi masyarakat dan lingkungan.
“Dengan menggunakan rasio dampak bersih, kami sekarang dapat mengukur penciptaan nilai secara eksplisit bagi masyarakat dan lingkungan. Ini akan sama pentingnya dengan metrik keuangan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan baru dan perusahaan portofolio kami,” ujar Adrian.
Sementara, Neels Steyn, Venture Architect Director, BCG Digital Ventures, berpendapat, sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia Tenggara, masalah sosial bukan lagi menjadi perkara mendatang bagi Indonesia, namun tantangan terkini yang perlu segera ditangani.
“Melalui laporan bersama AC Ventures ini, dan dukungan dari The Upright Project, kami berharap dapat meningkatkan kontribusi kami guna mendukung bisnis Indonesia dalam perjalanannya mencapai kepatuhan lingkungan, keberlanjutan, dan tata kelola,” ujarnya.
AC Ventures merupakan perusahaan modal ventura yang berinvestasi pada perusahaan rintisan tahap awal di pasar Indonesia dan Asia Tenggara. Perusahaan ini mengelola lebih dari US$500 juta Asset Under Management (AUM) yang diinvestasikan di lima dana. Didirikan sejak 2012, AC Ventures telah berinvestasi pada lebih dari 100 perusahaan teknologi.