Jakarta, FORTUNE – Bank Indonesia (BI) terus memperkuat ikhtiar untuk mengembangkan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC). Menurut lembaga ini, rupiah digital menjadi perlu demi mengelola risiko dari kehadiran aset kripto.
“Bank Indonesia terus mendalami CBDC dan akhir tahun ini berada pada tahap untuk mengeluarkan white paper pengembangan Digital Rupiah” kata Deputi Gubernur BI, Doni P. Joewono dalam keterangan resmi di seminar Digital Currency, rangkaian dari Festival Ekonomi dan Keuangan Digital, side event dari Presidensi G20 di Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7).
Menurutnya, keberadaan aset kripto melatarbelakangi bank sentral dalam menjajaki desain dan penerbitan CBDC mata uang digital.
Pandemi COVID-19 dan digitalisasi, katanya, telah membuat aset kripto tumbuh cepat seiring aktivitas ekonomi yang turun tajam, serta diikuti kebijakan moneter dan fiskal yang longgar yang terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Dalam pandangan Doni, aset kripto memiliki potensi untuk mengembangkan inklusi dan dan efisiensi sistem keuangan. Namun, di sisi lain, aset tersebut berpotensi menjadi sumber risiko baru yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi, moneter, dan sistem keuangan.
“Guna mengatasi risiko terhadap stabilitas dari aset kripto tersebut, dibutuhkan kerangka regulasi untuk mengatasinya,” ujarnya.
Rencana pengembangan
Mayoritas bank sentral dunia telah mulai melakukan tahapan riset dan percobaan mata uang digital sesuai dengan karakteristik masing-masing, kata Doni Joeowono. Selain itu, menurut dia, dukungan dan masukan industri juga merupakan masukan penting bagi bank sentral dalam merencanakan desain CBDC.
“Berbagai bank sentral berhati-hati dan terus mempelajari kemungkinan dampak dari CBDC tersebut, termasuk Indonesia,” ujarnya.
Eksplorasi penerbitan CBDC ini dilakukan berdasar atas enam tujuan, yaitu menyediakan alat pembayaran bebas risiko yang menggunakan central bank money, mitigasi risiko non-sovereign digital currency, memperluas efisiensi dan ketahapan sistem, mempercepat inklusi keuangan, menyediakan instrumen kebijakan moneter baru, dan memfasilitasi distribusi subsidi fiskal
Menurutnya, penerbitan CBDC juga meesti memenuhi tiga prasyarat, yakni desain yang tidak menganggu stabilitas moneter dan sisem keuangan, model CBDC yang integrated, interconnected, dan interoperable dengan infrastruktur FMI-sistem pembayaran, serta teknologi.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), Teguh Kurniawan Harmanda, sempat mengungkapkan aset kripto dan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC) akan menjadi pembahasan dalam satu acara G20.
"Momentum pertemuan ini bisa dimanfaatkan untuk setiap negara-negara G20 saling bertukar pikiran bagaimana perlunya pembuat kebijakan untuk mencapai keseimbangan antara inovasi dan mitigasi risiko," kata Harmanda dalam rilis resmi, Jumat (8/7).
Rangkaian pertemuan tersebut, kata Harmanda, diharapkan bisa mendorong pertumbuhan industri aset kripto dan blockchain di Indonesia, melalui regulasi yang matang dengan mengedepankan transformasi digital dan inklusivitas. Di samping itu, konsep CBDC bisa dikenal secara lebih luas serta mendorong inklusi keuangan.