Jakarta, FORTUNE – Uber Technologies Inc., menyatakan takkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya meskipun perusahaan teknologi lain mengambil langkah efisiensi besar-besaran. Perusahaan penyedia jasa taksi online ini bahkan optimistis dengan performa bisnisnya yang kondisinya sedang bagus.
Dalam acara Economic Club of Chicago, Kamis (1/12) setempat, CEO Uber, Dara Khosrowshahi, mengatakan perusahaannya tidak mempertimbangkan opsi untuk memangkas pekerjaan. Pernyataan itu disampaikan saat menanggapi pertanyaan Bloomberg tentang kemungkinan rencana mengurangi jumlah pekerjanya.
"Tidak, kami berada dalam posisi bagus," katanya, seperti dikutip dari laman businesstime.com, Selasa (6/12).
Pesaing Uber, Lyft, bulan lalu dikabarkan memecat 13 persen karyawannya serta menghentikan bisnis kendaraan pihak pertama (first-party vehicle business).
Sementara, DoorDash, raksasa pengiriman makanan, sempat mengumumkan bakal memangkas 1.250 pekerjaan demi mengendalikan belanja perusahaan.
Menurut laman The Hill, sejumlah perusahaan teknologi yang berkantor di kawasan Silicon Valley, Amerika Serikat, tengah dalam tren perampingan karyawan, di antaranya Meta, Amazon, Twitter, dan Alphabet.
Bisnis Uber
Menurut Khosrowshahi, Uber berupaya menghindari PHK massal meski sedang berhemat dalam investasi dan menyetop perekrutan karyawan baru.
Perusahaan taksi online itu sebenarnya telah mengambil langkah PHK saat pandemi Covid-19 mencapai puncaknya pada 2020. Kala itu, Uber memangkas 6.000 karyawan, atau sekitar seperempat dari total tenaga kerjanya.
Pada November, Uber melaporkan pendapatannya pada kuartal ketiga tahun ini melonjak 72 persen menjadi US$8,34 miliar.
Pencapaian itu dianggap meredakan kekhawatiran investor bahwa kenaikan inflasi akan menghalangi pelanggan untuk memesan taksi online.
"Kami tidak melihat tanda-tanda kelemahan," kata Khosrowshahi seraya menambahkan bahwa Uber telah diuntungkan dari pergeseran belanja konsumen dari ritel ke layanan.
Strategi Grab
Sama halnya dengan Uber, perusahaan taksi online lain, Grab, sempat pula menyatakan takkan melakukan pemecatan massal terhadap karyawannya. Perusahaan itu menyiapkan sejumlah strategi bisnis di tengah kondisi pasar yang turun tajam, termasuk kekhawatiran terhadap resesi.
Menurut Chief Operating Officer (COO) Grab, Alex Hungate, alih-alih PHK perusahaan lebih memilih strategi untuk merekrut karyawan secara selektif, serta membatasi ekspansi layanan bisnis keuangan.
"Sekitar pertengahan tahun, kami melakukan semacam reorganisasi khusus. Tetapi, saya tahu perusahaan lain telah melakukan PHK massal, jadi kami tidak melihat diri kami dalam kategori itu," kata Hungate dalam wawancara dengan Reuters (26/9).
Grab sedang melakukan perekrutan, namun terbatas pada posisi data science, technology mapping, dan bidang khusus lainnya. Perusahaan yang telah berusia satu dekade ini memiliki sekitar 8.800 staf pada akhir tahun lalu. Grab juga telah beroperasi di 480 kota di delapan negara, memiliki lebih dari lima juta pengemudi terdaftar, serta lebih dari dua juta pedagang pada platformnya.