Jakarta, FORTUNE – PT Bukalapak.com Tbk resmi mengambil alih saham mayoritas iPrice, situs pembanding harga e-commerce dari Malaysia. Meski demikian, kedua belah pihak tidak menyebutkan secara terperinci nilai saham yang diakuisisi, maupun nilai transaksi.
Dalam keterangan pers, Selasa (4/4), manajemen Bukalapak menyatakan investasi strategis ke iPrice akan membantu mempercepat sinergi kedua perusahaan.
Apalagi, menurut CEO Bukalapak, Willix Halim, e-commerce di Asia Tenggara telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir.
“Dengan keahlian Bukalapak yang luas dalam e-commerce dan basis pengguna setia iPrice serta teknologi eksklusif, kami yakin dapat membuka potensi penuh platform ini,” kata Willix, yang juga peraih Fortune Indonesia 40 Under 40.
Bagi Bukalapak, lanjut Willix, kerja sama dengan iPrice akan membantu perusahaan dalam mengalihkan fokusnya dari persaingan dengan lokapasar lain. Perusahaan, katanya, akan mulai berfokus membangun marketplace dengan pasar yang spesifik (niche market), serta mempercepat pertumbuhan pada segmen ini.
Solusi iPrice
Investor iPrice, termasuk Itochu dan Naver, menyambut baik kesepakatan dengan Bukalapak.
iPrice menyatakan fokusnya adalah penyediaan layanan perbandingan harga di Asia Tenggara selama 8 tahun terakhir.
Pada 2022, mereka telah membantu lebih dari 100 juta konsumen di kawasan. Berkat teknologinya, iPrice menyatakan telah menampilkan penawaran dan diskon terbaik dari lebih 8 miliar penawaran di pasar.
Perusahaan itu pun mengaku ikut terpengaruh oleh pasar pendanaan yang lesu sejak tahun lalu. Perusahaan beradaptasi dengan menyesuaikan beberapa aspek bisnisnya, serta melakukan memangkas jumlah tim secara substansial.
"Kemitraan ini akan memungkinkan kami memperluas layanan untuk membantu lebih banyak pengguna menghemat uang di vertikal baru, seperti gaming, dan geografi, seperti Australia,” kata Co-founder iPrice, Heinrich Wendel.
Kinerja Bukalapak
Dalam siaran persnya, Selasa (28/3), manajemen Bukalapak menyatakan laba operasionalnya sepanjang 2022 mencapai Rp1,76 triliun, atau berbalik dari rugi Rp1,71 triliun pada tahun sebelumnya. Ini terutama disebabkan oleh laba nilai investasi mark-to-market dari PT Allo Bank Tbk.
Perusahaan berkode emiten BUKA itu mencatat laba bersih Rp1,89 triliun pada 2022, atau membaik dari rugi bersih Rp1,68 triliun pada 2021.
Meskipun telah mencatat laba bersih, perusahaan itu tetap memiliki fokus pada kinerja operasional. Oleh karena itu, BUKA tetap menggunakan adjusted ebitda sebagai indikator kinerjanya.
Pada kuartal IV-2022, Bukalapak membukukan ebitda yang disesuaikan sebesar minus Rp235 miliar.
Namun, perusahaan mengaku memiliki permodalan yang kuat, dengan posisi kas Rp20,3 triliun pada akhir 2022.