CHatGPT Takkan Gantikan Peran Manajerial di Perusahaan, Ini Buktinya

Peran manajer membutuhkan empati dan kepemimpinan.

CHatGPT Takkan Gantikan Peran Manajerial di Perusahaan, Ini Buktinya
Tangan pengusaha menggunakan smartphone untuk mencari informasi dan mengobrol dengan AI atau kecerdasan buatan, Database dengan sistem cerdas, teknologi masa depan, kemajuan teknis, ChatGPT. Shutterstock/Noos Studio.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Dampak dari inovasi teknologi chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT hingga kini masih jadi perbincangan hangat. Teknologi tersebut sejauh ini dipercaya dapat memudahkan manusia menyelesaikan pekerjaannya.

Namun, dalam dunia kerja, terdapat posisi yang takkan tergantikan oleh ChatGPT. Salah satunya, jabatan yang mengandalkan peran manajerial. Sebab, bagi seorang manajer di perusahaan, empati dan kepemimpinan merupakan aspek penting, demikian dikutip dari Fortune.com, Rabu (8/3).

Profesor komunikasi Universitas Maryville, Dustin York, menyatakan 100 persen bahwa ChatGPT tidak dapat berempati kepada manusia. Padahal, empati adalah salah satu sifat kepemimpinan yang paling penting bagi manajer. Sebab, manajer dengan sifat tersebut dapat dengan mudah membangun kepercayaan dan koneksi di antara anggota tim. 

Keterbatasan ChatGPT

Ilustrasi Kecerdasan Buatan. Shutterstock/Elnur

Peran manajer unik karena membutuhkan serentetan soft skill, seperti kolaborasi, komunikasi, dan pembangunan tim. Hal tersebut sungguh sulit, jika bukan tidak mungkin, dilakukan oleh AI.

“ChatGPT dapat mengambil kumpulan data besar dan memberikan jawaban yang terdengar percaya diri untuk banyak hal berbeda,” kata Dustin. “Apa pun yang Anda tanyakan akan dia jawab. Tapi apakah dia punya perasaan? Bisakah dia merasakan empati? Tidak dalam waktu dekat."

Seorang manajer yang meminta ChatGPT untuk mendapatkan balasan empati kemungkinan besar akan menerimanya. Tapi itu hanya karena teknologi di dalamnya merespons permintaan.

ChatGPT jelas tidak memiliki sifat yang melekat seperti kasih sayang atau kecerdasan emosional—yang digunakan manajer untuk menumbuhkan loyalitas dan mengarahkan tim mereka menuju tujuan bersama.

“Dibutuhkan pemimpin manusia untuk mengisi kekosongan itu,” kata York, seraya menambahkan bahwa soft skill masih akan tetap dibutuhkan, serta takkan dapat digantikan oleh kecerdasan buatan.

Sementara itu, Profesor Ilmu Komputer Columbia, Julia Hirschberg, mengatakan keterbatasan ChatGPT datang pula dari karakternya yang merupakan platform berbasis teks. Menurutnya, seiring dengan ketidakhadiran di dunia fisik, ChatGPT jelas tidak dapat menjangkau seluruh komunikasi manusia, seperti ekspresi wajah, dan gerakan tangan, yang semuanya merupakan faktor dalam berkomunikasi dan mencatat perasaan.

Magazine

SEE MORE>
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024

IDN Channels

Most Popular

OJK Digeledah KPK, Juru Bicara Buka Suara
Daftar Saham Lo Kheng Hong, Sektor Keuangan hingga Energi!
Siapa Pemilik Sritex? Ini Profil dan Perusahaannya
Kinerja Smartfren Memburuk, Bosnya Ungkap Persaingan yang Makin Berat
Sritex Resmi Pailit Usai Kasasi Ditolak, Berutang Rp26 T
Sritex Siap Ajukan Peninjauan Kembali (PK), Belum Menyerah