Jakarta, FORTUNE – Impor barang semikonduktor Cina pada sembilan pertama tahun ini melorot karena terdampak oleh kebijakan pembatasan perdagangan oleh Amerika Serikat.
Menurut laporan South China Morning Post (SCMP), dilansir Senin (24/10), Cina, yang merupakan pasar terbesar chip di dunia, belakangan ini terlibat perang teknologi dengan AS.
Data Bea Cukai yang baru-baru ini dirilis menunjukkan pada Januari sampai September 2022 Cina hanya mengimpor 417,1 miliar unit sirkuit terpadu (integrated circuits/IC), atau turun 12,8 persen dari 478,3 miliar unit dari periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Penurunan tersebut melanjutkan koreksi pada bulan sebelumnya, serta dianggap sebagai koreksi paling tajam sepanjang tahun.
Meski demikian, secara nilai, impor chip Cina pada periode sama meningkat 1,5 persen menjadi US$316,9 miliar, yang artinya negara tersebut mengimpor semikonduktor dengan harga lebih tinggi.
Sebagai perbandingan, kinerja impor semikonduktor Cina tahun ini kontras dengan tahun lalu. Pasalnya, pada sembilan bulan pertama 2021, impor chip negara tersebut masih naik 23,7 persen.
Pembatasan perdagangan
Cina adalah importir semikonduktor terbesar di dunia, demikian SCMP. Negara tersebut menggunakannya dalam pelbagai barang teknologi, mulai dari kendaraan listrik, ponsel pintar, dan barang elektronik konsumen lain.
Penurunan data perdagangan terjadi di tengah kontraksi aktivitas manufaktur Cina. Indeks manajer pembelian manufaktur (PMI) Caixin/Markit turun menjadi 48,1 pada September dari 49,5 pada Agustus.
Sementara itu, volume ekspor chip Cina dari Januari hingga September turun 10 persen dalam setahun menjadi 209,7 miliar unit.
Data perdagangan yang melemah menyiratkan tekanan yang meningkat dari AS yang dihadapi Cina. Padahal, negara tersebut tengah berupaya mencapai swasembada semikonduktor.
Pemerintah AS telah secara signifikan meningkatkan upayanya untuk melemahkan industri manufaktur semikonduktor canggih Cina dalam dua bulan terakhir. Mereka melakukan serangkaian tindakan untuk membatasi akses pembuat chip Cina ke teknologi, peralatan, dan layanan canggih dari AS.
Pada akhir Agustus, Departemen Perdagangan AS melarang Nvidia dan Advanced Micro Devices, dua penyedia unit pemrosesan grafis utama di dunia, menjual chip paling canggihnya ke Cina.
Tantangan bagi Cina
Melansir Fortune.com, kontrol ekspor chip dari AS ke Cina untuk pertama kalinya juga mencakup ke level pekerja, bukan lagi terbatas hanya organisasi atau perusahaan. Aturan tersebut menyatakan warga negara AS yang tetap mendukung pengembangan atau produksi chip di pabrikan Cina yang tak berlisensi dari AS, harus memilih antara kewarganegaraan atau pekerjaan mereka.
Salah satu contoh, ASML Holding yang berbasis di Belanda, yang memproduksi peralatan pembuatan chip penting, mengatakan kepada stafnya yang berbasis di AS untuk segera menghentikan semua keterlibatan dengan pelanggan Cina.
Departemen Perdagangan AS telah merilis peraturan yang membatasi penjualan semikonduktor dan peralatan pembuatan chip ke Cina. Sejumlah perusahaan masuk dalam daftar belum terverifikasi, yang membuat pasokan chip ke negara Tirai Bambu tersebut kian terbatas.
Menanggapi hal tersebut, pengamat gawai elektronik dari Gatorade, Lucky Sebastian, mengatakan kebijakan Amerika Serikat (AS) untuk menghentikan sementara pasokan chip ke Cina dapat semakin mempengaruhi pasokan dan kelangkaan chip global yang belum pulih sejak pandemi.
"Efeknya ke global, karena terpengaruhnya rantai pasokan berarti pemulihan shortage chip akan lebih lama, dan ini bisa jadi akan berpengaruh juga terhadap produksi smartphone di Indonesia,” kata Lucky kepada Fortune Indonesia, Senin (17/10).
Dampak kebijakan AS ini menurutnya akan terasa pada tahun depan. Kebijakan pembatasan ini juga dikhawatirkan dapat berimbas terhadap produsen-produsen chip di Cina. Produksi PC (personal computer), laptop, smartphone dan peralatan elektronik lain, tidak hanya bergantung dari chip buatan pabrikan sendiri, namun sebagian juga bergantung dari buatan pabrikan Cina.
Dalam kongres Partai Komunis Cina, seperti dilansir Bloomberg, Presiden Cina, Xi Jinping berjanji negaranya akan memenangkan pengembangkan teknologi yang memiliki peran strategis, di tengah pembatasan yang dilakukan AS.
“Kami akan fokus pada kebutuhan strategis nasional, mengumpulkan kekuatan untuk melakukan penelitian ilmiah dan teknologi asli dan terkemuka, dan dengan tegas memenangkan pertempuran dalam teknologi inti utama,” kata Xi, Minggu (16/10).