Dugaan Penipuan Data, JP Morgan Gugat Pendiri Startup Fintech di AS

Frank diakuisisi oleh JP Morgan pada 2021.

Dugaan Penipuan Data, JP Morgan Gugat Pendiri Startup Fintech di AS
Ilustrasi JP Morgan Chase (reuters.com/Mike Segar)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – JP Morgan Chase dilaporkan melayangkan gugatan hukum kepada Charlie Javice, pendiri perusahaan rintisan teknologi finansia,l Frank. Pasalnya, Javice diduga memalsukan data pengguna Frank untuk menggelembungkan valuasi perusahaan.

Padahal, JP Morgan baru saja mengakuisisi Frank pada September 2021 seharga US$175 juta. Namun, bank investasi asal Amerika Serikat tersebut belakangan mengetahui bahwa Frank melakukan fraud karena memalsukan data pelanggannya.

Laman Entreprenuer melansir, Jumat (13/1), JP Morgan secara resmi memperkarakan kasus tersebut di pengadilan Delaware pada Desember 2022. Perusahan jasa keuangan itu menyeret Javice dan Olivier Amar, para eksekutif tertinggi Frank.

Dalam gugatannya, perusahan jasa keuangan itu menuduh Javice telah melakukan penipuan yang dimulai pada 2021. Perempuan berusia 30 itu diduga mendekati bank untuk kepentingan akusisi perusahaaannya. Javice lantas mengeklaim bahwa startup miliknya memiliki 4,25 juta pengguna. Faktanya, jumlah pengguna perusahaan saat itu hanya 300 ribu.

“Daripada mengungkapkan kebenaran, Javice pertama-tama menolak permintaan [JPMorgan], dengan alasan bahwa dia tidak dapat membagikan daftar pelanggannya karena masalah privasi," begitu pernyataan JP Morgan dalam pengajuan gugatannya, seperti dilansir dari The Wall Street Journal. "Setelah [JPMorgan] bersikeras, Javice memilih untuk menciptakan beberapa juta akun pelanggan Frank dari seluruh jaringan."

Misi Frank

Ilustrasi Startup/ Shutterstock wowomnom

Menurut Fortune.com, jika ada satu masalah yang disukai seluruh anak muda Amerika Serikat, salah satunya bisa jadi adalah biaya pendidikan yang tinggi. Buktinya, utang pendidikan di negara tersebut mencapai US$1,6 triliun.

Maka, demi membantu mengatasi urusan tersebut, Charlie Javice, yang saat itu masih berusia 24, meluncurkan Frank. Dia berambisi untuk membuat pendidikan sarjana terjangkau, dan dapat diakses oleh semua orang.

“Biaya kuliah terlalu tinggi,” begitu pernyataan Javice dalam unggahan pribadi di LinkedIn pada akhir 2020. “Kami mendirikan Frank dengan semangat memberontak dan tujuan besar: Siswa harus membayar lebih sedikit untuk kuliah. Sesederhana itu.”

Dalam kurun waktu singkat, Frank beroperasi sebagai entitas independen. Startup tersebut melayani 5 juta siswa dengan merampingkan proses aplikasi bantuan siswa federal, menghubungkan siswa dengan peluang beasiswa dan mengadvokasi hibah darurat di tengah krisis pandemi. Berkat prestasinya, Javice masuk dalam daftar Forbes “30 Under 30” di industri keuangan pada 2019.

JPMorgan sangat menyukai Frank. Lantas, perseroan melalui unit perbankan komersialnya, Chase, mengakuisisi startup tersebut. “Kami ingin membangun hubungan seumur hidup dengan pelanggan kami,” kata Jennifer Piepszak, co-CEO perbankan konsumen dan komunitas di Chase, dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan kesepakatan tersebut. 

Namun, menurut Forbes, JPMorgan saat ini menuntut Javice karena memalsukan 93 persen daftar kliennya.

Investigasi JP Morgan

Shutterstock/Lewis Tse Pui Lung

Seperti yang dijelaskan dalam dokumen pengadilan, dugaan penipuan itu sama sekali tidak disengaja. Itu didorong oleh permintaan JP Morgan agar Javice membuktikan bahwa Frank memiliki jumlah pelanggan sebagaimana yang diklaim.

Gugatan tersebut menuduh Javice pertama kali menolak, dengan alasan masalah privasi. Namun, JP Morgan menemukan tidak hanya nama pelanggan palsu, tetapi juga ada alamat, tanggal lahir, dan informasi pribadi lainnya untuk 4,3 juta siswa “yang sebenarnya tidak ada."

Javice dan eksekutifnya diduga membayar profesor ilmu data US$18.000 untuk membuat daftar palsu.

The Wall Street Journal melaporkan bahwa JP Morgan mengetahui ada yang tidak beres saat meluncurkan kampanye email menggunakan alamat yang sama. Sebab, 70 persen email tidak dapat menerima pesan tersebut.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya
Cara Menghitung Dana Pensiun Karyawan Swasta, Ini Simulasinya
Konsekuensi Denda Jika Telat Bayar Cicilan KPR, Bisa Disita
Investor Asing Hengkang dari Pasar Obligasi Asia pada Desember 2024
Cara Mengurus Sertifikat Tanah Hilang, Biaya, dan Prosedurnya