Jakarta, FORTUNE – Isu tech winter menggema pada industri perusahaan rintisan teknologi. Managing Partner East Ventures, Roderick Purwana, menyampaikan tanggapannya mengenai fenomena tersebut.
Dalam Fortune Indonesia Summit 2023, Roderick menjelaskan bahwa dalam kurun 2010 sampai awal 2022, industri teknologi Amerika Serikat mendapat berkah sentimen ekonomi yang positif. Pasalnya, tingkat suku bunga cukup kondusif dengan persentase nol persen.
Dengan kata lain, tingkat interest rate tersebut menjadi sinyal akan melimpahnya likuiditas melimpah, dan “harga” untuk mendapatkan uang menjadi murah.
"Likuiditas banyak, supply of capital banyak, orang investasi di apa sih yang bisa menjadi besar berikutnya termasuk di [perusahaan] teknologi,” kata Roderick dalam sesi bertajuk A Look Ahead and Beyond, Rabu (15/3).
Namun, memasuki tahun lalu perekonomian global mengalami perubahan secara drastis. Muncul masalah perubahan geopolitik dan rantai pasokan, dengan sebelumnya Covid-19. Pada saat sama, harga barang dan jasa melambung sehingga inflasi merangkak naik.
Pada gilirannya, pemerintah AS menyesuaikan tingkat suku bunga acuan. Dengan begitu, likuiditas pun menjadi berkurang, dan uang menjadi mahal. “Dan sekarang daripada naruh duit di perusaahan tech yang mungkin belum profitable, atau masih rugi, atau growth-nya masih kecil mendingan saya taruh di yang lain. Jadi, akhirnya ada perubahan,” ujarnya.
Menurut Roderick, investor saat ini pun lebih selektif untuk melihat perusahaan rintisan teknologi, terutama dalam persoalan risiko serta valuasi.
“Dampak (tech winter) ke Indonesia pasti ada karena ujung-ujungnya semua ini (ekonomi) kita sekarang global ya,” katanya.