Jakarta, FORTUNE – Stablecoin TerraUSD (UST) dan token Terra (LUNA) tengah mengalami gejolak dalam sepekan terakhir. Tokocrypto, platform penjualan aset kripto, turut memberikan tanggapan terkait krisis dua aset kripto tersebut.
Menurut trader Tokocrypto, Afid Sugiono, koreksi harga UST dan Luna jelas berkaitan satu sama lain. LUNA terdampak oleh faktor peg atau penurunan nilai dari stablecoin jaringan asli Terra, UST.
Mengutip data dari coinmarketcap, harga token LUNA, Minggu (16/5), hanya mencapai Rp2,87. Padahal, sepekan sebelumnya, nilai aset digital ini mencapai lebih dari Rp465 ribu. Bahkan, sepanjang bulan lalu, harga LUNA rata-rata di posisi lebih dari Rp1 juta. Demikian pula UST. Nilai aset kripto ini kemarin hanya Rp1800-an dari Rp14 ribu-an pada bulan sebelumnya.
“Harga kedua aset kripto tersebut tak stabil. Bahkan LUNA turun sampai 99 persen hanya dalam hitungan hari. Padahal ia sempat jadi primadona investor dan mencapai harga tertinggi sepanjang masa,” kata Afid dalam rilis resmi, dikutip Senin (17/5).
UST merupakan stablecoin atau aset yang dirancang untuk memiliki harga stabil dan tak bergejolak. Ia seharusnya berada dalam standar rasio 1:1 dengan patokan dolar Amerika Serikat (AS). Dengan kata lain, setiap 1 UST memiliki nilai yang sama dengan US$1.
Prediksi penyebab harga LUNA turun
UST termasuk dalam jenis stablecoin algoritmik, kata Afid. Menurutnya, mekanisme stablecoin tersebut memiliki kelemahan sebagai penopang sebagian besar nilai UST. Situasi ini ditengarai menjadi penyebab harga LUNA terimbas penurunan UST.
LUNA memiliki hubungan mutual dengan UST. Setiap ada UST yang diterbitkan, ada suplai LUNA yang dibakar (burn). Demikian pula sebaliknya.
Seharusnya secara algoritma, ketika harga UST jatuh, ada UST yang dibakar, dan LUNA yang diterbitkan. Nilai Terra LUNA bisa turun, jika TerraUSD dianggap tidak stabil.
"Jika terlalu banyak orang yang mencoba menebus UST sekaligus, "death spiral" hipotetis dapat terjadi dengan token LUNA yang dipasangkan dengannya. Nilai LUNA akan mulai runtuh karena lebih banyak token dicetak untuk memenuhi permintaan pengguna," ujarnya.
CEO Terralabs sekaligus pengembang UST, Do Kwon, sempat mengakui model stablecoin tersebut hadir dengan beberapa pengorbanan.
Koin memang sangat terdesentralisasi, namun ia menghadapi masalah harga, terutama jika sistemnya berada di bawah tekanan, katanya.
Stablecoin sebagai aset investasi
UST dan LUNA membuat investor khawatir dan ragu atas kondisi pasar stablecoin. Padahal, stablecoin sebelumnya dianggap aman sebagai aset investasi, akan tetapi kini terlalu bergejolak.
Pun begitu, tak semua stablecoin menggunakan mekanisme algoritmik. Binance IDR (BIDR) bisa jadi misal. Aset tersebut merupakan stablecoin berbasis rupiah yang dapat diperdagangkan dengan aset kripto lainnya.
BIDR menggunakan Binance Chain (BEP-2) yang dipatok ke dalam Rupiah (IDR). BIDR akan tersedia untuk pembelian langsung dan penukaran dengan harga 1 BIDR setara dengan 1 rupiah. Aset sama didukung dengan rasio 1:1 oleh rupiah di rekening bank terpisah di Indonesia untuk menjaga kestabilannya.
Karenanya, peristiwa yang terjadi dengan UST dianggap sulit menimpa BIDR, kata Afid. BIDR mempunyai mekanisme setiap koin mewakili satu rupiah yang disimpan di bank. Ini memungkinkan pencetakan dan burning BIDR berdasarkan jumlah rupiah yang disimpan.
Dikutip dari coinmarketcap, berikut sejumlah aset kripto yang tergolong stablecoin, Tether (USDT), USD Coin (USDC), Binance USD (BUSD), DAI, True USD (TUSD), dan lain-lain.