Jakarta, FORTUNE – McKinsey, biro manajemen konsultasi global, baru-baru ini mengeluarkan laporan khusus mengenai perkembangan metaverse, termasuk dampak ke bisnis dan sektor-sektor potensial dari teknologi tersebut.
Perusahaan ini menaksir belanja investasi teknologi dan infrastruktur metaverse telah mencapai US$120 miliar atau lebih dari Rp1.780 triliun tahun lalu. Padahal, tahun sebelumnya hanya mencapai US$57 miliar.
Menurut McKinsey, teknologi metaverse dianggap sebagai generasi berikutnya dari internet.
“Metaverse adalah platform gim, tempat destinasi virtual, alat pelatihan, saluran periklanan, ruang kelas digital, dan gerbang baru ke pengalaman digital. Metaverse tampaknya menjadi apa pun yang diimpikan oleh imajinasi orang,” begitu bunyi laporan McKinsey, dikutip Senin (20/6).
Laporan McKinsey bertajuk “Value Creation in Metaverse” ini disusun berdasar atas jajak pendapat terhadap 3.104 konsumen di pelbagai negara dan 448 eksekutif perusahaan di 15 industri. Perusahaan turut melakukan wawancara dengan ahli industri dan teknologi di pelbagai bidang, Mei tahun ini.
“Yang menarik adalah bahwa metaverse, seperti internet, adalah platform berikutnya di mana kita dapat bekerja, hidup, terhubung, dan berkolaborasi,” kata penulis utama dan senior partners McKinsey, Lareina Yee, dan Eric Hazan dalam catatan.
Pada 2030 diperkirakan lebih dari 50 persen acara langsung (live events) akan digelar di metaverse, menurut Bitcoin.com. Sedangkan, rata-rata pengguna internet akan menghabiskan hingga enam jam sehari dalam menikmati pengalaman metaverse.
Dikutip dari zawya.com, minat investor terhadap metaverse tumbuh karena kemajuan teknologi, pemasaran brand, dan peningkatan kesiapan pasar. Sedangkan, dari sisi konsumen, 60 persen responden pengguna metaverse menyatakan antusias untuk mengalihkan aktivitas sehari-harinya ke teknologi virtual tersebut.
Sektor potensial
Sekitar 95 persen pemimpin bisnis menyampaikan harapannya akan metaverse yang berdampak positif pada industri 5-10 tahun ke depan, menurut laporan sama. Sedangkan, 61 persen responden menganggap teknologi ini akan berdampak terhadap operasional industri.
Metaverse secara umum diharapkan membawa perubahan pada konsumen dan ritel, media dan telekomunikasi, perawatan kesehatan, dan industri lain yang memiliki inisiatif metaverse.
Peluang ekonomi metaverse pun, menurut McKinsey, tak bisa dianggap remeh. Sektor teknologi ini ditaksir akan mencapai nilai US$5 triliun atau lebih dari Rp74.152 triliun pada 2030. Dari jumlah tersebut, sektor e-commerce akan menjadi ceruk terbesar, dengan nilai mencapai sekitar US$2 triliun, diikuti pembelajaran virtual mencapai US$180 miliar sampai US$270 miliar, iklan virtual US$144 miliar sampai US$206 miliar, dan gim US$108 miliar sampai US$125 miliar.
Tentu peluang tersebut bukan berarti tanpa tantangan. Dikutip dari cointelegraph, brand, misalnya, mesti melakukan perencanaan secara serius, serta menemui sejumlah tantangan.
“Ada tantangan mendesak yang perlu dipertimbangkan. Akan ada kebutuhan untuk melatih kembali sebagian tenaga kerja untuk memanfaatkan, daripada bersaing dengan metaverse. Pemangku kepentingan perlu membangun peta jalan untuk memastikan pengalaman metaverse etis, aman, dan inklusif,” katanya.
Berdasarkan riset dari The Analysis Group, metaverse pada 2031 akan memiliki kontribusi terhadap perekonomian global mencapai US$3,01 triliun. Kajian yang bertajuk The Potential Global Economic Impact of Metaverse ini menyebut angka itu setara dengan 2,8 persen dari pertumbuhan ekonomi dunia.
Sementara, Citibank memperkirakan metaverse punya potensi nilai US$13 triliun dengan 5 miliar pengguna pada 2030. Sedangkan, Goldman Sachs dan Morgan Stanley sama-sama percaya bahwa metaverse berpotensi memiliki nilai $8 triliun.