Jakarta, FORTUNE – OpenAI mengajak para pengguna maupun peneliti untuk menemukan bug pada platform ChatGPT. Perusahaan teknologi itu belakangan tengah mendapatkan sorotan seiring terobosannya di dunia kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Reuters melansir, Kamis (13/4), bahwa OpenAI melalui program “Bounty Bug OpenAI” menawarkan hadiah mulai dari US$200 atau sekitar Rp2,9 juta hingga US$20.000 atau lebih dari Rp294 juta, bagi pengguna yang berhasil menemukan bug di ChatGPT.
Namun demikian, besaran hadiah tersebut bergantung pada tingkat keparahan bug yang dilaporkan oleh peneliti.
Dilansir dari The Verge, hadiah berkisar US$200 akan diberikan kepada peneliti yang berhasil menemukan bug dengan tingkat keparahan rendah. Sedangkan, hadiah maksimum US$20.000 berlaku bagi peneliti yang mampu menemukan hal yang luar biasa (exceptional discoveries).
Bagi peneliti yang berniat mencari kerentanan pada ChatGPT, bisa mengirimkannya melalui platform keamanan siber crowdsourcing Bugcrowd.
Sorotan OpenAI
Perusahaan teknologi sering menggelar program penemuan bug berhadiah untuk mendorong pemrogram melaporkan kerentanan dalam sistem perangkat lunaknya.
Menurut perincian pada bug bounty platform Bugcrowd, OpenAI telah mengundang peneliti untuk meninjau fungsionalitas tertentu dari ChatGPT, serta kerangka kerja bagaimana sistem OpenAI berkomunikasi dan berbagi data dengan aplikasi pihak ketiga.
Program bug OpenAI diluncurkan tidak lama setelah ChatGPT dilarang di Italia karena dugaan pelanggaran aturan privasi. Sejak saat itu, negara-negara lain di Eropa dan Amerika Utara telah mengindikasikan bahwa mereka sedang mempertimbangkan pembatasan penggunaan aplikasi tersebut.
Menurut laporan media, pemerintah Jerman pekan lalu dikabarkan menghubungi pemerintah Italia. Langkah Jerman tersebut ditengarai sebagai bagian dari rencana untuk membatasi akses terhadap ChatGPT. Demikian pula Irlandia yang tengah mempertimbangkan untuk mengikuti langkah Jerman.
OpenAI di Jepang
Meski mendapatkan sorotan dari sejumlah negara, OpenAI berencana untuk membuka kantor sekaligus memperluas layanannya di Jepang. Negara tersebut dianggap merupakan salah satu yang menonjol dalam penggunaan teknologi AI di dunia.
Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh CEO OpenAI, Sam Altman, usai bertemu dengan Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, Senin (10/4).
“Kami berharap ... membangun sesuatu yang hebat untuk orang Jepang, membuat model lebih baik untuk bahasa Jepang dan budaya Jepang," kata Sam kepada wartawan setelah pertemuan dengan Kishid, dilansir dari Reuters, Selasa (11/4).
Ini merupakan kali pertama Sam melakukan perjalanan internasional sejak peluncuran ChatGPT.
Namun, dia tidak memerinci ihwal waktu pembukaan cabang baru. Dia hanya mengatakan perusahaannya kemungkinan akan menawarkan perincian lebih lanjut dalam beberapa bulan ke depan.
“Jepang tentu saja merupakan salah satu pusat dunia, pertama dengan pembuatan gambar dan sekarang dengan ChatGPT,” kata Sam, seraya menyebut ada lebih dari satu juta pengguna harian ChatGPT di Jepang.
Menanggapi teknologi ChatGPT, juru bicara pemerintah Jepang menyatakan penggunaan AI di kementerian dan lembaga akan dipertimbangkan.
“Kami akan membuat semua pertimbangan yang diperlukan tentang cara menangani informasi rahasia dan kekhawatiran tentang kebocoran informasi,” kata Kepala Sekretaris Kabinet, Hirokazu Matsuno. “Setelah kekhawatiran itu teratasi, kami akan mempertimbangkan penggunaan AI untuk mengurangi beban kerja pegawai negeri nasional.”