Jakarta, FORTUNE – Dewan Stabilitas Keuangan (FSB) menyerukan usulan untuk membuat peraturan perdana mengenai aset kripto secara global. Langkah lembaga bagian dari Forum G20 ini menyusul kondisi pasar kripto yang tengah bergejolak dan diyakini akan berisiko tinggi.
Dikutip dari Reuters, Selasa (12/7), FSB sampai saat ini tak banyak melakukan pemantauan terhadap aset kripto. Sebab, lembaga tersebut meyakini industri tersebut tidak menimbulkan risiko sistemik.
Namun, Dewan Stabilitas Keuangan baru-baru ini mengusulkan pembuatan aturan aset kripto secara global pada Oktober sebagai respons atas gejolak yang terjadi di pasar aset kripto.
“Kegagalan pelaku pasar, selain menimbulkan potensi kerugian besar pada investor dan mengancam kepercayaan pasar yang timbul dari pembentukan risiko perilaku, juga dapat dengan cepat menularkan risiko ke bagian lain dari ekosistem aset kripto," begitu pernyataan resmi FSB.
Nilai Bitcoin, misalnya, saat ini hanya mencapai US$19 ribuan, atau turun 59,6 persen dari US$47 ribuan pada awal tahun (year-to-date/ytd), menurut data dari coinmarketcap.com. Nilai aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar itu sempat mencapai rekor tertinggi US$68 ribu pada November 2021.
G20 merupakan forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20 merepresentasikan lebih dari 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global, dan 80 persen produk domestik (PDB) dunia. Di antara anggota G20 adalah Indonesia, Amerika Serikat, Australia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, dan Kanada.
Tak bebas dari regulasi
Selain menyoal harga, Dewan Stabilitas Keuangan juga menyorot sejumlah sentimen soal kemelut industri aset kripto. Contohnya, krisis stablecoin TerraUSD pada awal tahun ini. Itu belum termasuk gejolak perusahaan besar aset kripto seperti Celcius Network dan Voyager Digital yang ikut mengguncang pasar.
Dalam pandangan FSB, stablecoin, misalnya, mesti diatur sedemikian rupa jika ingin digunakan sebagai alat pembayaran.
“FSB akan melaporkan kepada Menteri Keuangan G20 dan Gubernur Bank Sentral pada Oktober tentang pendekatan peraturan dan pengawasan terhadap stablecoin dan aset kripto lainnya,” katanya. Menurut FSB, aset kripto sebagian besar digunakan untuk "tujuan spekulatif", tetapi tidak beroperasi di "ruang bebas regulasi."
Dewan Stabilitas Keuangan ini tidak memiliki kekuatan sebagai pembuat undang-undang. Namun, anggota dari lembaga tersebut bisa berkomitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip peraturan di wilayah masing-masing.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), Teguh Kurniawan Harmanda, sempat mengungkapkan aset kripto dan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC) akan menjadi pembahasan dalam acara G20, khususnya agenda 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) dan Finance and Central Bank Deputies Meetings (FCBD) G20 pada 11-17 Juli di Bali.
"Momentum pertemuan ini bisa dimanfaatkan untuk setiap negara-negara G20 saling bertukar pikiran bagaimana perlunya pembuat kebijakan untuk mencapai keseimbangan antara inovasi dan mitigasi risiko," kata Harmanda dalam rilis resmi, Jumat (8/7).