Jakarta, FORTUNE – Ketidakpastian ekonomi regional dan global tak banyak mengganggu kinerja pasar ponsel di Indonesia. Laporan terbaru dari firma riset Canalys menunjukkan pasar ponsel Indonesia pada kuartal II-2022 tetap menjadi yang terbesar di Asia Tenggara dengan pangsa pasar 37 persen dan jumlah pengiriman 9,1 juta ponsel karena didukung momentum Ramadan.
Riset Canalys juga menunjukkan pertumbuh positif pasar ponsel Indonesia meski persentasenya hanya 2 persen.
Negara-negara Asia Tenggara lain membukukan pertumbuhan yang lebih baik, terbukti dengan capaian 6 persen oleh Malaysia dan 4 persen dari Filipina. Namun, ketika dibandingkan dengan koreksi yang dialami oleh Filipina yang sebesar 14 persen dan Thailand 20 persen, Indonesia terlihat jauh lebih superior.
Secara keseluruhan pengiriman ponsel di Asia Tenggara hanya mencapai 24,5 juta unit atau turun 7 persen dari kuartal sebelumnya (qtq) akibat gejolak makroekonomi.
“Kepercayaan konsumen telah sangat terpukul oleh inflasi yang meningkat dan vendor berjuang untuk menjaga gawai tetap terjangkau di pasar yang sensitif terhadap harga. Lima pasar terbesar di kawasan ini terhenti sebagai akibat dari industri yang mengalami hambatan ekonomi makro yang signifikan dan tekanan yang diakibatkan oleh permintaan konsumen lokal,” demikian riset Canalys.
Samsung menjadi raja
Laporan tersebut juga menggambarkan dominasi Samsung di pasar Indonesia pada April-Mei 2022 dengan mencetak pangsa pasar 20 persen.
Vivo menyusul di peringkat kedua dengan market share 19 persen. Agresivitas produsen ponsel pintar dari Cina itu dalam meningkatkan penjualan di saluran ritel offline dan online terlihat cukup terjawab. Pada posisi ketiga dan keempat ada Oppo dan Xiaomi dengan pangsa pasar masing-masing 18 persen dan 16 persen.
Menariknya, ada kejutan nama baru dalam daftar lima vendor ponsel pintar teratas di Indonesia. Transsion, perusahaan ponsel pintar dari Cina dengan brand Infinix, berhasil menggantikan Realme di peringkat kelima. Menurut Canalys, seri Infinix Hot dengan harga US$200 memang menarik konsumen Indonesia.
Sementara itu, analis riset Canalys, Chiew Le Xuan, menyatakan permintaan untuk perangkat 5G di kawasan Asia Tenggara telah terhenti. Menurut catatannya, pangsa pengiriman ponsel 5G telah turun menjadi 18 persen dari total pengapalan ponsel.
Konsumen diperkirakan telah beralih ke ponsel pintar dengan spesifikasi lebih praktis yang menyasar masa pakai baterai, kapasitas penyimpanan, dan kualitas kamera. “Penggunaan praktis 5G belum terlihat, dan terutama tidak diperlukan untuk perangkat menengah ke bawah ketika kecepatan 4G cukup untuk penggunaan sehari-hari,” ujar Chiew.