Jakarta, FORTUNE – Pemerintah dinilai untuk lebih berhati-hati untuk menegakkan aturan penyelenggara sistem elektronik (PSE) privat.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, dalam keterangan kepada wartawan, Senin (18/7), mengatakan pemerintah kembali mengingatkan para pengembang aplikasi media sosial untuk segera mendaftarkan diri sebagai PSE privat. Terlebih, batas waktu akhir pendaftaran tersebut semakin dekat, yakni 20 Juli 2022.
“Pendaftarannya dilakukan dengan OSS (Online Single Submission),” kata Johnny di Pusdikhub Kodiklat AD, Kota Cimahi, Jawa Barat, seperti dikutip dari Antara.
Berdasarkan pengawasan, menurut Johnny, masih banyak aplikasi medsos atau PSE yang belum mendaftar sebagai PSE lingkup privat.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 serta Peraturan Menkominfo Nomor 5 Tahun 2020 mewajibkan PSE lingkup privat, baik domestik maupun asing, melakukan pendaftaran melalui sistem perizinan berusaha OSS. Bagi PSE yang tidak mendaftar, ancamannya adalah pemutusan akses oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Saat artikel ini ditulis, perusahaan teknologi, seperti Google, Facebook, Whatsapp, Twitter, Netflix, Instagram, dan Zoom belum ada dalam sistem pendaftaran PSE oleh Kominfo.
Kepada Fortune Indonesia, Pakar Keamanan dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, berpendapat bahwa dalam pelaksanaan aturan ini, pemerintah diminta untuk mengkomunikasikannya dengan baik dan terukur, termasuk soal kejelasan timeline pendaftaran.
Menurutnya, aturan memang mesti tetap ditegakkan. Namun, pemerintah perlu melakukan antisipasi untuk meminimalisir masalah atau kerugian di masyarakat sehubungan dengan terhentinya layanan PSE tersebut.
“PSE yang besar mungkin merasa mereka memiliki negosiasi power yang kuat dan adanya ketergantungan masyarakat atas layanan yang mereka berikan. Namun aturan tetap aturan dan harus ditegakkan. Dan Kominfo harus pintar dan bermain cantik supaya proses penegakan ini tidak menimbulkan kekacauan,” kata Alfons.
Maksud kebijakan
Tak sedikit negara di dunia yang telah menerapkan kebijakan serupa bagi aplikasi media sosial yang beroperasi di wilayahnya.
Menurut Johnny, hal tersebut merupakan konsekuensi bagi pengembang medsos yang beroperasi di Indonesia. Jika PSE ini tidak mendaftar, aplikasi itu bisa disebut sebagai aplikasi ilegal.
“Ini kan harus legal semua. Mari kita dukung sama-sama. Karena ini bagian dari tertib administrasi dan taat kepada undang-undang,” ujarnya.
Alfons memberikan penekanan soal aturan PSE yang memungkinkan pemerintah untuk mengontrol aplikasi yang bisa merugikan masyarakat. Pemerintah, katanya, bisa melakukan tindakan lebih cepat tanpa harus bergantung pada pengelola layanan seperti Play Store atau Apps Store.
“Harusnya ini memang sudah dijalankan oleh pemerintah sejak lama,” katanya.
Masyarakat, menurut Alfons, mesti mendukung penegakan aturan ini karena menyangkut kedaulatan digital, serta kemandirian bangsa di ruang digital. ”Lihat di Uni Eropa, PSE sangat takut dan taat kepada mereka. Ini karena penegakan aturan mereka yang tegas, tidak pandang bulu, konsisten, profesional, didukung oleh semua negara Uni Eropa dan menjadi tolok ukur bagi dunia,” ujarnya.
Sementara itu, raksasa internet Google, sebagai salah satu PSE asing, menyebut akan mengikuti regulasi pemerintah Indonesia soal pendaftaran PSE. Menurut perwakilan Google Indonesia, perseroan akan mengambil tindakan untuk mematuhi aturan tersebut.
“Kami mengetahui keperluan mendaftar dari peraturan terkait, dan akan mengambil tindakan yang sesuai dalam upaya untuk mematuhi,” katanya, seperti dilansir dari Antara.