Jakarta, FORTUNE – Grab menyatakan takkan mengambil langkah efisiensi dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal kepada karyawannya. Perusahaan teknologi ini telah menyiapkan sejumlah strategi bisnis di tengah kondisi pasar yang turun tajam, termasuk kekhawatiran terhadap resesi.
Menurut Chief Operating Officer (COO) Grab, Alex Hungate, alih-alih PHK perusahaan lebih memilih strategi untuk merekrut karyawan secara selektif, serta membatasi ekspansi layanan bisnis keuangan.
"Sekitar pertengahan tahun, kami melakukan semacam reorganisasi khusus, tetapi saya tahu perusahaan lain telah melakukan PHK massal, jadi kami tidak melihat diri kami dalam kategori itu," kata Hungate dalam wawancara bersama Reuters.
Perusahaan memang sedang melakukan perekrutan, namun terbatas pada posisi data science, mapping technology, dan bidang khusus lainnya. "Anda ingin memastikan bahwa kami menghemat modal. Tantangan untuk merekrut pasti telah meningkat,” ujarnya.
Menurut data, perusahaan yang telah berusia satu dekade ini memiliki sekitar 8.800 staf pada akhir tahun lalu.
Grab telah teroperasi di 480 kota di delapan negara, memiliki lebih dari lima juta pengemudi terdaftar, serta lebih dari dua juta pedagang di platformnya.
Strategi Grab
Ketika pembatasan kegiatan mulai dibuka, demand terhadap layanan pengiriman makanan justru melambat, dan bisnis ride hailing belum sepenuhnya pulih. Di sisi lain, valuasi saham perusahaan teknologi telah melorot, serta inflasi dan suku bunga telah muncul sebagai risiko.
Meski demikian, kinerja keuangan Grab membaik dengan rugi kuartal kedua tahun ini turun menjadi US$752 juta dari US$801 juta periode sama tahun sebelumnya. Terlepas dari itu, Grab telah memangkas prospek volume barang dagangan kotor (gorss merchandise value/GMV) untuk keseluruhan tahun.
Perusahaan teknologi itu belum lama ini telah menutup yang disebut dengan dark store, pusat distribusi untuk bahan makanan sesuai permintaan, serta memperlambat peluncuran fasilitas "cloud kitchen" untuk pengiriman. Di sisi lain, menurut laporan Reuters, grab mereorganisasi unit teknologi finansialnya untuk fokus pada area yang lebih menguntungkan.
Hungate mengatakan Grab sekarang lebih berfokus pada penjualan produk pinjaman dan asuransi di platformnya kepada mitra pedagang dan pengemudi. "Saat kami melakukan perubahan ini, bauran bisnis akan bergerak ke arah margin yang lebih tinggi," kata Hungate.
Menurutnya, ini adalah "waktu yang tepat" bagi perusahaan untuk melihat kembali bagaimana mereka menghabiskan uang.
"Mungkin kami beruntung dalam arti bahwa disiplin menjadi perusahaan publik datang pada waktu yang tepat," katanya
PHK perusahaan teknologi
Perusahaan teknologi tengah disorot karena gelombang PHK massal. Terbaru misalnya Shopee Indonesia yang melakukan pengurangan jumlah pekerja. Perusahaan e-commerce bagian dari grup Sea Limited ini menyebut tengah beradaptasi di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.
Head of Public Affairs Shopee Indonesia, Radynal Nataprawira, menyatakan keputusan perusahaan melepas sejumlah karyawannya merupakan langkah terakhir yang mesti ditempuh. Menurutnya, perseroan telah melakukan penyesuaian sejumlah kebijakan bisnis.
“Ini merupakan sebuah keputusan yang sangat sulit,” kata Radynal, dalam keterangannya, Senin (19/9).
Sebelumnya, Sea Limited mengaku akan memperketat kebijakan keuangan perseroan. Perusahaan yang berbasis di Singapura ini menyatakan takkan menggaji jajaran direksi.
"Satu-satunya cara bagi kita untuk membebaskan diri dari ketergantungan pada modal eksternal adalah menjadi mandiri, yakni dengan menghasilkan cukup uang untuk semua kebutuhan dan proyek kita sendiri," kata CEO Sea Limited, Forrest Li, dalam memo internal kepada karyawan, seperti dilansir dari The Strait Times.
Sejumlah perusahaan teknologi yang tercatat mengambil langkah efisiensi serupa di antaranya Line, JD.ID, LinkAja, Zenius, dan Pahamify.