Jakarta, FORTUNE – Raksasa mesin pencarian Google merilis hasil riset mengenai tren e-commerce masyarakat Indonesia sepanjang tahun lalu. Salah satu temuannya menunjukkan tren pencarian merek e-commerce—lebih-lebih dari luar Jawa—mulai meningkat.
Dalam laporan bertajuk "Year in Search 2021: Look back to move your marketing forward", terlihat bahwa 2021 menjadi tahun konsumen menunjukkan gaya hidup digitalnya. Mereka secara aktif memperdalam akses terhadap belanja maupun layanan online.
Konsumen secara tekun mencari informasi secara online sebagai bahan mengambil keputusan, termasuk soal belanja. Dengan lebih banyak produk yang kini tersedia secara online, konsumen beralih ke pencarian (search) untuk membuat pilihan.
Riset Google tersebut juga menyebutkan terjadi peningkatan pencarian e-commerce terutama dari wilayah seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Maluku, dan Jawa Barat.
“Kami melihat kalau berdasarkan report kami pertumbuhan paling cepat untuk pencarian e-commerce itu ada di bagian Indonesia Timur,” kata Yolanda Sastra, Head of Ads Marketing Google Indonesia, kepada Fortune Indonesia, Kamis (17/2).
Masyarakat mulai yakin belanja dengan e-commerce
Fenomena pencarian e-commerce tersebut diperkirakan bertautan dengan tren penetrasi digital di Indonesia, kata Yolanda.
Menurut laporan sama, adopsi digital Indonesia pada 2021 berlanjut lewat akses layanan yang terganggu oleh pembatasan fisik. Pada semester pertama tahun lalu saja, 21 juta orang Indonesia menjadi konsumen digital baru. Sebagian berasal dari daerah non-metropolitan dan menyatakan tertarik untuk menggunakan layanan digital.
“Jadi digital itu mulai accessible buat semua orang,” ujarnya. “Kami juga melihat bahwa pemain e-commerce juga sekarang banyak ekspansi yang dahulunya mungkin hanya dari Jawa. “
Secara keseluruhan, kata Yolanda, minat masyarakat Indonesia dalam berbelanja melalui e-commerce juga meningkat.
Peningkatan tren pencarian terlihat pula terutama pada kata-kata kunci, seperti produk berkualitas (135 persen), paling baru (79 persen), ulasan produk (242 persen), belanja cepat (46 persen), dan pengiriman instan (700 persen).
Laporan e-Conomy Sea 2021 oleh Google, Temasek, dan Bain Company, menunjukkan volume barang dagangan kotor (gross merchandise volume/GMV) sektor e-commerce Indonesia tahun lalu US$53 miliar atau sekitar Rp758,19 triliun, naik dari hanya US$35 miliar pada tahun sebelumnya. GMV e-commerce dalam negeri pada 2025 ditaksir mencapai US$104 miliar atau sekitar Rp1.487 triliun.
Laporan sama merekam ekonomi internet Indonesia tahun lalu mencapai US$70 miliar atau sekitar Rp1.001 triliun. Tiga tahun mendatang, perekonomian internet negeri ini diperkirakan US$146 miliar atau Rp2.087,80 triliun.
Perkembangan ekonomi digital menyebar
Neurosensum, perusahaan riset data pemasaran, turut menyampaikan soal adopsi pengguna e-commerce yang telah merambah ke berbagai daerah di luar Jawa-Bali. Kenaikan pengguna luar Jawa-Bali pada hari belanja nasional pada akhir tahun lalu mencapai 164 persen. Sedangkan, total transaksi tumbuh 135 persen.
Survei ini dilakukan pada Desember tahun lalu terhadap responden dari lima kota besar, yakni Jakarta, Surabaya, Makassar, Palembang, dan Medan, demikian menurut laman Tech in Asia.
Laporan bertajuk Unlocking the Next Wave of Digital Growth: Beyond Metropolitan Indonesia Maret 2021 ikut memperkirakan perekonomian digital akan didorong oleh kota nonmetropolitan di luar dari dominasi Jawa. Riset tersebut disusun oleh Alpha JWC Ventures, perusahaan modal ventura di Indonesia, bersama Kearney, perusahaan konsultan manajemen global.
Laporan tersebut menganalisis 514 kota dengan menggunakan sistem tiering wilayah berdasarkan beberapa indikator, seperti pengeluaran per kapita, ukuran populasi, penetrasi internet. Hasilnya, 15 kota dikategorikan sebagai metropolitan atau tier 1, seperti Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya.
Lalu, sebanyak 76 kota lagi dikategorikan sebagai rising urbanites atau tier 2, di antaranya: Semarang, Makassar, dan Denpasar. Setelah itu, ada 101 kota tier 3 atau slow adopters, antara lain Magelang, Prabumulih (Sumatera Selatan), dan Bangli (Bali). Sisanya, 322 kota merupakan rigid watchers (tier 4), di antaranya adalah Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Jayapura (Papua).
Menurut Alpha JWC Ventures dan Kearney, ekonomi digital kota tier 2 dan 3 akan tumbuh lima kali lipat dalam lima tahun ke depan. Kondisi tersebut berkat perusahaan rintisan (startup) yang memiliki spesialisasi di bidang e-commerce, peminjaman (PtoP lending), dan e-payments.