Jakarta, FORTUNE – Microsoft Indonesia menyatakan organisasi mana pun dianggap perlu memperkuat talentanya dengan kemampuan digital demi merespons risiko keamanan siber. Tujuannya adalah untuk memudahkan adaptasi dengan model keamanan baru.
Bukti risiko keamanan siber yang meningkat dapat dilihat pada laporan Microsoft. Pada Juli 2021 hingga Juni 2022 saja Microsoft memblokir setidaknya 37 miliar email ancaman dan 34,7 miliar identitas ancaman.
“Tingkat kejahatan siber saat ini memang meningkat pesat, dengan teknik serta jenis serangan yang juga semakin bervariasi. Para pelakunya menjadikan kejahatan ini sebagai bisnis atau sumber ekonomi baru yang merugikan individu, organisasi, serta negara,” kata Direktur Corporate Affairs Microsotf Indonesia, Ajar Edi, dalam keterangan pers, dikutip Jumat (2/12).
Menurutnya, organisasi saat ini membutuhkan model keamanan baru yang dapat beradaptasi lebih efektif dengan kompleksitas lingkungan modern, menyambut model kerja hibrida, dan melindungi orang, perangkat, aplikasi, serta data. “Keberadaan in-house talents yang memiliki kemampuan di bidang keamanan siber menjadi krusial. Talenta-talenta ini dapat menempati berbagai macam posisi. Mulai dari peran kepemimpinan, arsitektur, hingga posture dan compliance,” ujarnya.
Dalam Global Security Index, Indonesia pada 2020 berhasil menempati peringkat 24, atau meningkat dari posisi 41 pada 2018. Di tingkat regional, Indonesia menempati peringkat ke-15 untuk Asia Pasifik dan posisi ke-3 di Asia Tenggara setelah Singapura dan Malaysia.
“Selaras dengan capacity building pada GCI, maka bidang keamanan siber memerlukan SDM nasional dengan kapabilitas yang sesuai dengan perkembangan teknologi maupun ancaman siber yang ada. Peningkatan kapabilitas SDM merupakan suatu kebutuhan yang mutlak perlu menjadi perhatian nasional,” kata Direktur Kebijakan Sumber Daya Manusia Keamanan Siber dan Sandi BSSN, Mohammad Iqro.
Akademi digital
Microsoft Indonesia bekerja sama dengan BSSN dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) untuk meluncurkan Akademi Ketangguhan Digital dan Kemanan Siber. Program itu dirancang bagi aparatur sipil negara (ASN) pada lebih dari 20 kementerian dan BUMN untuk menyiapkan talenta digital keamanan siber untuk masing-masing institusi.
Program tersebut memuat 12 kali pelatihan yang akan berlangsung secara online. Lalu, 40 dari 200 ASN yang berpartisipasi akan dipilih oleh institusi dan organisasinya untuk menjalani 4 kali pelatihan offline tambahan yang bersifat praktik.
“Harapannya, ASN ini dapat menjadi pengajar bagi rekan-rekan di institusi dan organisasinya masing-masing pada 2023 mendatang, sehingga menghasilkan semakin banyak talenta digital keamanan siber di lembaga negara,” kata Iqro.
Menurut Ajar Edi, sejumlah materi pelatihan di Akademi Keaman Siber berfokus pada keamanan siber dan e-government, forensik digital dan insiden siber, manajemen insiden siber, perlindungan data dan cross border data flow, serta cloud procurement.
“Akademi Ketangguhan Digital dan Keamanan Siber pun diharapkan dapat semakin membukakan jalan bagi lebih banyaknya profesi keamanan siber di Indonesia, dimulai dari lembaga negara,” ujarnya.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Edmon Makarim, menyatakan akademi tersebut merupakan wadah untuk saling berkolaborasi dalam hal pendidikan, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat.
Harapannya, kolaborasi tersebut dapat meningkatkan kualitas ekosistem digital Indonesia. Dengan begitu, setiap penyelenggaraan sistem elektronik di Indonesia dapat beroperasi secara aman, andal, dan bertanggung jawab. “Pemrosesan serta proteksi data merupakan tanggung jawab seluruh individu, organisasi, dan negara,” katanya.
Minat keamanan siber
Para talenta sesungguhnya tertarik untuk mempelajari topik tentang keamanan siber. Buktinya, riset dari platfotm belajar online, Udemy, menyebutkan banyak karyawan Indonesia mulai mempelajari topik keamanan siber seiring tren ancaman serangan di ranah maya.
Dalam laporan bertajuk Global Workplace Learning Index pada Q3/2022, banyak karyawan Indonesia mempelajari keterampilan teknis soal keamanan siber dengan pertumbuhan 309 persen. Para pekerja Indonesia juga melirik topik Java (tumbuh 208 persen), dan Linux (165 persen), Microsoft Power BI (138 persen), dan Linux Administration (135 persen).
“Menarik melihat cyber security menjadi topik yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia pada kuartal ketiga,” kata Head of Indonesia Market Udermy, Giri Suhardi, dalam keterangannya, Senin (21/11).
Menurutnya, setiap elemen bisnis di Indonesia, mulai dari mulai usaha kecil menengah (UKM) sampai perusahaan besar atau pemerintah, berusaha menjadi lebih digital. Dengan menggejalanya perkembangan digitalisasi, risiko keamanan siber pun kian membayangi.
“Ini adalah tren yang kami lihat secara global. Semakin banyak sektor yang rentan terhadap peretasan dunia maya,” katanya. Dia merujuk kepada laporan bahwa Indonesia menghadapi lebih dari 11 juta serangan siber pada kuartal pertama tahun ini.
Namun, laporan Udemy menunjukkan banyak organisasi yang semakin sadar akan risiko keamanan siber, serta menjadikannya prioritas. Dia berpendapat penting bagi semua pekerja profesional, terlepas dari peran spesifik mereka, untuk memiliki pengetahuan mengenai dasar-dasar keamanan siber.