Jakarta, FORTUNE – PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel melanjutkan kinerja positifnya pada kuartal pertama tahun ini. BUMN menara ini sanggup mengantongi laba Rp459,41 miliar, atau naik 33,9 persen dari Rp343,19 miliar pada periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Perusahaan berhasil membukukan pendapatan Rp1,87 triliun, atau meningkat 21,5 persen yoy. Pendapatan dari menara naik 19,8 persen menjadi Rp1,64 triliun, lalu pendapatan lainnya Rp229,24 miliar.
“Pencapaian ini didorong oleh pertumbuhan pendapatan sewa menara dan juga peningkatan kolokasi yang berkelanjutan, termasuk dari aset hasil akuisisi menara Telkomsel dan Telkom pada Agustus 2021,” kata Hendra Purnama, Sekretaris Perusahaan dan Direktur Investasi Mitratel, dalam keterangan kepada media, dikutip Rabu (11/5).
Kinerja anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk ini tahun lalu juga menjanjikan. Labanya Rp1,38 triliun, atau naik lebih dari dua kali lipat ketimbang Rp601,96 miliar pada 2020. Sebagai perbandingan, keuntungan Mitratel pada 2019 mencapai Rp516 miliar.
Sset Mitratel Januari-Maret tahun ini mencapai Rp57,48 triliun, atau turun 0,4 persen dari Rp57,72 triliun Desember 2021. Menurut Hendra, penurunan tersebut diakibatkan oleh pembayaran lebih awal utang jangka panjang sebesar Rp3,5 miliar yang berdampak pada penurunan kas.
Portofolio menara
Kinerja Mitratel itu tak lepas dari portofolio perseroan, menurut Hendra. Saat ini, Mitratel memiliki dan mengoperasikan 28.577 menara di Indonesia, dengan pembangunan 371 menara baru selama kuartal pertama 2022. Secara terperinci, portofolio itu terdiri dari 12.034 menara di Jawa dan 16.543 menara di luar Jawa.
“Kami percaya portofolio ini memberikan keunggulan bagi perseroan seiring dengan rencana ekspansi operator telekomunikasi,” katanya. “Kami berada di posisi yang baik untuk mendapatkan keuntungan dari operator nirkabel. Mereka mengeluarkan belanja modal yang signifikan untuk untuk memperluas jangkauan jaringan, terutama di ke luar Jawa.”
Mitratel memiliki keunggulan kompetitif karena relasi dengan Telkomsel selaku mitra penyewa utama perseroan. Pasalnya, Telkomsel merupakan salah satu operator seluler terbesar di Indonesia dan anak usaha Telkom. Pasar Telkomsel juga luas, terutama di luar Jawa.
Pun begitu, tahun ini Mitratel akan terus mengonsolidasikan penambahan menara dari dalam ekosistem Telkom Group. Targetnya, akuisisi 2.500 sampai 3.000 menara pada 2022.
Demi mempertahankan kepemimpinan di pasar menara Indonesia, kata Hendra, Mitratel akan terus fokus pada kegiatan pemasaran dan manajemen proyek. Langkah ini signifikan untuk meningkatkan kolokasi dan pendapatan serta margin pada portofolio situs.
Perusahaan juga akan berevolusi ke infrastruktur telekomunikasi terintegrasi dengan portofolio bisnis baru. “Di sini, Mitratel menekankan inovasi produk dan layanan kepada operator telekomunikasi seperti fiberisasi menara, solusi edge-infra, dan power-to-tower untuk memastikan bahwa perseroan tetap berdaya saing tinggi,” ujarnya.
Saham Mitratel
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan saham perusahaan berkode MTEl ini pada Rabu (11/5) siang mencapai Rp765 per saham. Jika menengok sejak awal tahun atau secara year-to-date/ytd, sahamnya sudah terkoreksi 6,71 persen.
Sebagai informasi, Mitratel resmi melantai di BEI November tahun lalu. Ketika itu, harga saham penawaran perseroan mencapai Rp800 per lembar. Dengan kata lain, harga saham Mitratel saat ini masih di bawah harga penawaran umum saham perdana.
Menurut Head of Research PT Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, Mitratel masih menghadapi tantangan dalam membelanjakan dana IPO.
“Kontribusinya terhadap pendapatan baru akan terlihat paling cepat tahun depan,” kata Wawan kepada Fortune Indonesia, Senin (14/3).
Wawan menaksir dalam jangka pendek saham yang menurutnya termasuk defensif itu bakal tersambar sentimen positif jika melakukan aksi akuisisi menara.