Layanan Marketplace Bukalapak Tutup, Dampak dari Predatory Pricing

Refleksi persaingan marketplace, menanti dukungan Pemerintah

Layanan Marketplace Bukalapak Tutup, Dampak dari Predatory Pricing
Dok. Bukalapak
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • PT Bukalapak.com Tbk menghentikan layanan marketplace produk fisik mulai Februari 2025.
  • Persaingan promo dan banting harga barang-barang di marketplace mempengaruhi keputusan tersebut.
  • Kondisi predatory pricing menjadi salah satu penyebab tumbangnya Bukalapak dalam persaingan dengan Shopee dan Tokopedia.

Jakarta, FORTUNE - Keputusan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) menghentikan layanan Marketplace produk fisik mulai Februari 2025 menjadi bukti nyata bahwa dampak 'perang' harga di platform e-commerce telah terjadi.  Persaingan promo hingga banting harga barang-barang yang dijual di marketplace menuntut platform untuk merogoh kocek operasional cukup tebal hingga harus ada salah satu yang menyerah. 

Ekonom & Pakar Kebijakan Publik UPNVJ, Achmad Nur Hidayat menyatakan bahwa kondisi Predatory Pricing menjadi salah satu penyebab tumbangnya Bukalapak. 

Ia menyebut, tutupnya layanan Bukalapak menjadi momentum babak baru dalam persaingan bisnis e-commerce lokal di Indonesia. Menurutnya, persaingan ketat antara Bukalapak dengan platform seperti Shopee dan Tokopedia mengubah dinamika pasar. 

"Shopee membawa gelombang barang impor murah yang sangat menarik bagi konsumen. Produk ini dijual dengan harga yang jauh di bawah pasar, berkat strategi subsidi besar-besaran yang didukung oleh dana dari perusahaan induknya, Sea Group. Strategi ini disebut predatory pricing, di mana harga barang dijual dengan margin tipis atau bahkan di bawah biaya produksi untuk memonopoli pasar," jelas Achmad kepada Fortune Indonesia (13/1).
 

Ini dampak panjang dari predatory pricing

Ilustrasi Bukalapak. Shutterstock/Wirestock Creators

Dalam jangka pendek, konsumen menikmati harga murah dari praktik predatory pricing. Tetapi dalam jangka panjang, praktik ini mengancam keberlangsungan produsen lokal. 

Tokopedia, yang kini bergabung dalam ekosistem GoTo, juga menghadirkan tantangan besar dengan daya saing yang lebih besar setelah merger. Sedangkan, Bukalapak tidak memiliki kekuatan finansial sebesar para kompetitornya untuk terus memberikan subsidi besar-besaran. 

"Akibatnya, Bukalapak tidak mampu bersaing secara agresif dalam memberikan diskon atau promosi, yang menjadi magnet utama bagi konsumen," katanya. 

Persaingan tidak sehat ini diperparah oleh minimnya perhatian pemerintah terhadap rantai pasok domestik. UMKM lokal, yang seharusnya menjadi tulang punggung perekonomian, tidak mendapatkan dukungan kebijakan yang memadai. 

Bukalapak tercatat sebagai salah satu pelopor marketplace di Indonesia dan berperan sebagai jembatan yang menghubungkan UMKM dengan konsumen. Namun, tanpa perlindungan dari kebijakan perdagangan, produk lokal kalah bersaing dengan produk impor murah yang terus membanjiri pasar. 

"Impor produk murah melalui e-commerce menciptakan tantangan besar bagi kemandirian ekonomi," katanya.

Refleksi persaingan marketplace harus ada dukungan Pemerintah

ilustrasi menggunakan payment gateway (unsplash.com/Campaign Creators)

Tak hanya itu, penutupan lini bisnis fisik Bukalapak bukan hanya masalah bisnis internal, tetapi juga merupakan sinyal buruk bagi ekosistem ekonomi digital Indonesia. 

Ribuan karyawan terancam terkena dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat restrukturisasi ini. Di luar itu, ratusan ribu UMKM yang bergantung pada Bukalapak sebagai kanal distribusi mereka kini kehilangan akses ke pasar. 

"Dampaknya tidak berhenti pada Bukalapak. Ketika salah satu pemain lokal yang besar mundur dari persaingan, ini memberikan sinyal bahwa perusahaan berbasis lokal kesulitan bertahan di tengah dominasi pemain global," kata Achmad 

Dengan banyaknya produk impor murah yang mendominasi pasar, produsen lokal kesulitan bersaing, yang pada akhirnya memaksa mereka untuk menghentikan produksi dan mengurangi tenaga kerja. 

Menurutnya, penutupan Bukalapak seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya bahwa e-commerce lokal membutuhkan dukungan yang lebih besar. Membangun platform e-commerce lokal seperti Bukalapak bukan hanya masalah bisnis, tetapi juga merupakan investasi strategis untuk kemandirian ekonomi Indonesia.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Profil Rahmat Shah, Pengusaha Sukses dan Ayah Raline Shah
Berapa Harga 1 Lot Saham BBRI? Ini Rincian dan Kinerjanya
Profil Pemilik Kopi Tuku, Rintis Usaha dari Tugas Kuliah
4 Sosok Konglomerat Pengendali Saham CBDK usai Debut IPO
Layanan Marketplace Bukalapak Tutup, Dampak dari Predatory Pricing
Hashim Djojohadikusumo Beli Induk WIFI, Saham Sentuh ARA