Pengguna Metaverse Capai 50 Ribu, OJK Ingatkan Risikonya

Ada ancaman keamanan dan cyberbullying di ruang metaverse.

Pengguna Metaverse Capai 50 Ribu, OJK Ingatkan Risikonya
Metaverse Estée Lauder/Dok. Estée Lauder
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan risiko hingga lima tantangan yang terjadi seiring dengan perkembangan potensial dari pasar metaverse di dunia. 

Deputi Komisioner Perbankan I OJK Teguh Supangkat menjelaskan dari sebuah data global, bahwa hingga 2022 Market Cap Web 2.0 Metaverse telah mencapai US$14,8 triliun. Sementara itu, pengguna Web 3.0 Virtual Worlds telah mencapai 50 ribu pengguna di seluruh dunia. 

Sebelumnya, pendapatan yang telah dibukukan sepanjang 2021 dari ruang virtual ini juga mencapai US$38,85 miliar. Dan juga market size untuk AR, baik VR dan Mixed Reality telah mencapai US$28 miliar. 

Teguh mengatakan, pengalaman para pengguna metaverse yang telah mencoba metaverse memberikan kesan bahwa tidak sesuai dengan harapan awal. “Selain itu muncul kekhawatiran pengguna pada potensi penyalahgunaan data pribadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Ini perlu dimitigasi dengan baik,” ungkap Teguh melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa malam (26/7).

Ancaman cyberbullying bayangi ruang metaverse

Untuk itu, Teguh mengungkapkan lima tantangan yang perlu diantasipasi terkait perkembangan potensial metaverse saat ini. 

Pertama adalah safety, dirinya mengingatkan bahwa para pengguna metaverse itu terancam dengan cyberbullying, stalking dan perilaku tidak menyenangkan di dunia virtual. 

“Sebuah survei pada Maret 2022, mencatat bahwa potensial konsen tertinggi yang harus diwaspadai oleh penggunaan data pribadi di dalam metaverse, karena ada potensi cyberbullying, dan persolan keamanan. Jadi teknologi bergerak memberikan potensi sekaligus risiko,” pungkas Teguh. 

Waspadai identitas palsu di metaverse

Tantangan kedua adalah mengenai data. Hal ini terkait dengan kemananan dan kearhasiaan data, mengingat ada identitas palsu yang memungkinkan terjadi. 

Sedangkan untuk tantangan ketiga adalah keamanan, mengingat metaverse bertautan dengan area IT, di dunia metaverse juga ada ancaman serangan cyber, dan fraud. 

Tantangan keempat lanjut Teguh, adalah outsorcing. Untuk diketahui, dalam penyelenggaran metaverse yang kebanyakan dikelola secara outsorcing, juga menimbulkan risiko tersendiri. 

Kolaborasi pembentukan ekosistem metaverse masih jadi tantagan

Sementara itu untuk tantangan kelima adalah kolaborasi. Dalam metavese pengguna harus berkolaborasi sebagai sebuah ekosistem. Sehingga ketergantungan antar ekosistem akan berisiko ketika satu ekositem alami down

Untuk itu, dalam pengembangan teknologi metaverse menurut Teguh, terdapat beberapa area yang perlu dipersiapkan dan dimatangkan yaitu terkait dengan teknologinya sendiri. Antara lain terkait dengan peningkatan kinerja untuk avatar dan definisi standar aset digital agar dapat ditransfer antar dunia maya.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Perkuat Kualitas Calon Emiten IPO, OJK Siapkan Sejumlah Langkah Ini
Merger Honda-Nissan Tertunda, Mimpi Raksasa Baru Mobil Jepang Kandas ?
BPS: Produksi Beras Januari–Maret 2025 Bisa Capai 8,67 Ton
10 Tren Bisnis 2025 yang Menguntungkan dan Potensial
Main Saham Halal atau Haram? Ini Menurut Fatwa MUI
19 Perusahaan dalam Pipeline IPO, 18 di Antaranya Beraset Jumbo