Jakarta, FORTUNE - Startup eFishery menjadi unicorn. Itu berkat kucuran investasi terbaru sebesar US$200 juta dalam putaran pendanaan Seri D.
Investasi itu dipimpin oleh pengelola dana global yang bermarkas di Abu Dhabi, 42XFund. Juga didukung oleh dana pensiun publik terbesar di Malaysia, Kumpulan Wang Persaraan (Diperbadankan) (KWAP); manajer aset dari Swiss, responsAbility; investor awal perusahaan modal ventura multitahap, 500 Global; dan investor lama seperti Northstar; Temasek; dan SoftBank. Goldman Sachs pun bertindak sebagai penasihat pendanaan.
Menurut Co-Founder dan CEO eFishery, Gibran Huzaifah, perusahaan akan memakai dana itu untuk memperluas komunitas budidaya eFishery dengan target melibatkan lebih dari 1 juta tambak akuakultur di Indonesia pada 2025. Tak hanya itu, startup itu juga membidik untuk meningkatkan transaksi pakan ikan dan ikan segar di platformnya.
“Dukungan strategis yang kami terima dari investor akan membantu kami merevolusi industri, khususnya dengan mengintegrasikan pembudidaya ikan kecil Indonesia ke dalam ekosistem eFishery yang menjangkau seluruh value chain,” katanya, dikutip Selasa (11/7) dari keterangan resmi.
Riset dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI), eFishery telah berkontribusi Rp3,4 triliun atau 1,55 persen terhadap PDB sektor akuakultur Indonesia selama 2022. Ekosistem yang terdiri dari lokapasar (marketplace) dan platform penjualan produk ikan, produk udang, dan layanan finansial itu telah menyokong lebih dari 70.000 pembudidaya dan petambak secara nasional.
Cara eFishery jaga kekuatan fundamental bisnis
Gibran tak membangun eFishery untuk langsung berjualan. Ia menghabiskan enam tahun pertama sejak 2013 untuk menata ‘fondasi’ bisnis. Segala daya dikerahkannya untuk teknologi, data, dan komunitas. Saat mulai menjual pakan dan aneka kebutuhan nelayan, ia tahu betul daerah yang dituju. Begitu juga saat memasarkan hasil panen ikan, rantai distribusi bisa dipangkasnya.
Berbeda dengan tengkulak, eFishery punya data agregat pasokan dan permintaan produk perikanan yang spesifik. Hasilnya, rantai pasok menjadi lebih efisien. “Itu yang akhirnya membuat kami dapat margin lebih kuat, karena memang data dan teknologi kami relevan, efisiensi bisa besar di rantai pemasoknya,” kata Gibran kepada Fortune Indonesia, pertengahan Juli 2022.
Startup eFishery mulanya menyediakan Smart Autofeeder, mesin pemberi pakan ikan otomatis yang diatur lewat internet. Berikutnya, ada eFisheryFresh yang menjadi platform penjualan hasil panen ikan dan udang. Lanjut ke eFisheryMall yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan budidaya ikan. Belakangan, sejak 2020 eFishery masuk ke sektor finansial teknologi lewat Kabayan (Kasih, Bayar Nanti). “Kita dapat margin dari pakan dan benih ikan. Penerimanya ada 12.000 pembudidaya saat ini. Dari sisi pembiayaan sudah menyalurkan Rp550 miliar. Target tahun ini menyalurkan hingga Rp1 triliun,” ujarnya.
Lebih lanjut, eFishery berambisi menjadi ‘koperasi’ digital terbesar bagi pembudidaya ikan dan udang. eFishery pun berniat ekspansi ke regional dengan menargetkan 10 negara teratas di posisi akuakultur, seperti India, Thailand, dan Cina. Sementara banyak startup melakukan pemutusan hubungan kerja, eFishery masih membuka rekrutmen, khususnya talenta di bidang engineering dan pengembangan produk. Sejak pendanaan terakhirnya, eFishery telah meningkatkan jumlah karyawannya tiga kali lipat hingga menjadi 1.300 orang.
Pada 2020 dan 2021, pertumbuhan topline eFishery mencapai 4–5 kali lipat. Begitu pula masing-masing unit bisnisnya membukukan pertumbuhan hampir 4-8 kali lipat, dengan nilai terbesar dari penjualan ikan dan udang—lebih dari 50 persen. Didukung dengan ekosistem hulu ke hilir, serta pasar yang bersih dari praktik bakar uang, Gibran tak takut menghadapi ‘musim dingin’. Apalagi, krisis atau tidak, masyarakat akan tetap butuh ikan sebagai salah satu sumber protein.