Kaum Muda Cina Lebih Pilih jadi Pegawai BUMN Dari Perusahaan Big Tech

Kaum muda khawatir akan masalah penyalahgunaan data

Kaum Muda Cina Lebih Pilih jadi Pegawai BUMN Dari Perusahaan Big Tech
Ilustrasi penggunaan teknologi dalam bisnis/Pixabay
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Sektor teknologi Cina berhadapan dengan masalah citra, karena fenomena sistem kerja 996. Generasi muda pun mundur perlahan dari sektor ini, apalagi kini regulator Tiongkok juga memperketat kontrol terhadap para raksasa teknologi.

Beberapa perusahaan yang kesulitan, seperti Baidu dan Kuaishou, dikabarkan mengurangi tenaga kerja karena aturan baru membatasi laju pertumbuhannya. Oleh karena itu, sejumlah lulusan muda lebih memilih bekerja di perusahaan negara ketimbang terjun ke sektor teknologi.

Padahal, para Big Tech membutuhkan talenta muda top, khususnya ketika bertransformasi dari teknologi konsumen menuju teknologi semikonduktor dan bioteknologi.

Namun, bukan berarti generasi muda tidak menyukai sektor teknologi. Itu tergambar dalam survei terbaru Finsbury Glover Hering. Seperti apa hasilnya?

Generasi Muda Cina Percaya dengan Sektor Teknologi

Mengutip Fortune.com, Kamis (6/1), 91 persen generasi muda berusia 19–26 di Tiongkok berpandangan positif tentang sektor teknologi. Itu jauh lebih baik ketimbang Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Jerman.

Kepercayaan kaum muda pada sektor teknologi di semua pasar meningkat, tetapi Cina mencatatkan lonjakan yang paling tinggi, yakni 83 persen. Angka ini lebih tinggi daripada Amerika Serikat yang kepercayaan terhadap sektor teknologi hanya naik 35 persen.

Sementara itu, 82 persen talenta muda Cina menunjukkan minat tinggi bekerja di dunia teknologi dan merasa sektor itu sesuai dengan nilai-nilai pribadinya. Temuan ini begitu kontras dengan generasi muda AS dan Inggris.

Jadi, walaupun pemerintah tengah menekan sektor teknologi, para pemuda masih menganggapnya menarik dan menunjukkan indikasi positif dari segi keberlanjutan jangka panjang.

Faktor Kepercayaan

Namun, tertarik belum tentu mau terlibat di dalamnya. Lebih dari 50 persen responden muda merasa tak mempelajari mata pelajaran tepat untuk berkarier di bidang teknologi—dan sudah terlambat untuk banting setir.

Itu menunjukkan masalah yang harus dipecahkan oleh para pemain sektor teknologi: membantu mengembangkan talent pool di sekolah dan universitas dan menumbuhkan budaya belajar sepanjang hayat dalam urusan teknologi.

Selain itu, para raksasa teknologi harus memiliki jurus dalam menjaga kepercayaan masyarakat. Karena dua per tiga responden merasa perusahaan teknologi terlalu memegang kekuasaan. Meskipun kaum muda berpikir kecerdasan buatan baik bagi publik, mereka juga khawatir perusahaan bisa memakainya untuk melacak dan menyalahgunakan data.

Namun, para pelaku sektor teknologi Cina masih memiliki kesempatan memperbaiki kepercayaan itu—mengingat kondisi mereka jauh lebih baik ketimbang negara-negara Barat. Jika berhasil, raksasa teknologi bisa membawa kembali para generasi muda ini untuk berkontribusi langsung ke sektor tersebut.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Tiga Saham Prajogo Pangestu Tak Masuk Indeks MSCI, Simak Alasannya
Shell Indonesia Ungkap Kunci Operational Excellence Sektor Pelumas
Cara Daftar SPPI Batch 3 2025: Jadwal, Syarat, dan Berkasnya
10 Jam Tangan yang Memiliki Nilai Investasi Tinggi, Sudah Punya?
Nasabah Tajir BCA Tembus 206.000, dari Prioritas hingga Solitaire
Laba BSI Tembus Rp7,01 triliun pada 2024, Bisnis Emas Jadi Penopangnya