Mengapa Sebaiknya Jangan Ikuti Tren Poster ala Film Disney?

Warganet beramai-ramai membuat poster ala film Disney.

Mengapa Sebaiknya Jangan Ikuti Tren Poster ala Film Disney?
Ilustrasi Kecerdasan Buatan. Shutterstock/Elnur
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Belakangan ini, warganet beramai-ramai membuat poster ala film Disney menggunakan teknologi AI (artificial intelligence). Namun, di balik tren tersebut, ternyata ada risiko keamanan siber dan risiko lain yang mengintai.

Popularitas aplikasi berbasis AI, yang bisa menghasilkan gambar artistik, seperti Bing Image Creator yang digunakan untuk membuat ilustrasi serupa poster Disney, menyimpan risiko tersendiri.

McAfee, perangkat lunak antivirus global, memperingatkan agar para pengguna mewaspadai adanya pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dengan menyelipkan PUPs (potential unwanted programs) atau malware dalam aplikasi berbasis AI.

"Misal melalui aplikasi penipuan yang menjanjikan fitur canggiih serupa editor gambar dasar yang bisa menghabiskan paket data dan masa pakai baterai lewat Clicker dan HiddenAds, memaksa Anda berlangganan layanan mahal, bahkan menuri kredensial akun media sosial Anda," tulis McAfee Labs dalam situs web resminya.

Tim Peneliti Keamanan Seluler McAfee menemukan serangkaian editor gambar yang dikemas ulang di Google Play, tetapi nyatanya membahayakan. Aplikasi-aplikasi seperti FaceStealer, Cartoon Effect | Cartoon Photo, Fleeceware, dan Adware adalah beberapa nama aplikasi edit gambar dengan 'wajah' AI yang harus dihindari karena masalah keamanannya.

Di luar masalah keamanan, ada lagi bahaya di balik gambar ilustrasi yang dibuat dengan AI. Apa itu?

Mengapa tak boleh gunakan AI image creator?

ilustrasi developer AI (unsplash.com/Hitesh Choudhary)

Para seniman menyuarakan keresahan mereka tentang karya seni yang dibuat menggunakan AI. AI berpeluang merendahkan keterampilan ilustrasi. Mengapa? Guna membuat gambar dari perintah, generator AI akan memanfaatkan basis data seni dan teks yang sudah ada, terdiri dari miliaran gambar yang diperoleh dari internet.

Salah satu basis data terbesar, yakni kumpulan data open-source LAION-5B, yang dipakai oleh platform Text 2 Dream DDG. "Itu terdridi dari kumpulan data yang sebagian besar gambar domain publik di internet," kata Pendiri DDG, Kaloyan Chernev.

Tapi, banyak seniman dan ilustrator yang menyebut, basis data acap kali memuat banyak gambar dengan hak cipta. Menurut Penulis dan Ilustrator Grandad's Camper, Harry Woodgate, program-program itu mengandalan kekayaan intelektual bajakan dari banyak seniman, fotografer, ilustrator, dan pemegang hak cipta lainnya.

Bukan hanya Woodgate, Ilustrator Anoosha Syed, sebagaimana dilansir dari The Guardian, mengatakan, "AI tak melihat seni dan menciptakan seni sendiri, tapi mengambil sampel dari semua orang lalu menumbuknya menjadi satu hal yang lain."

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

IDN Channels

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina