TECH

Malaysia Jadi ‘Pemenang’ Tak Terduga Perang Chip AS-Cina

Tapi, Malaysia meninggalkan sejumlah masalah di negara.

Malaysia Jadi ‘Pemenang’ Tak Terduga Perang Chip AS-CinaIlustrasi chip. (ShutterStock_Connect World)
13 March 2024

Jakarta, FORTUNE – Perseteruan antarnegara produsen Chip global, Amerika Serikat (AS) dan Cina, ternyata meninggalkan tuah bagi Malaysia, terutama dalam hal investasi perusahaan teknologi dalam membuka pabriknya.

CEO dari Kemikon–salah satu perusahaan teknologi Malaysia–Marcel Wismer, mengamini bahwa perang teknologi AS-Cina memang berdampak pada kemunculan Malaysia sebagai pemenang yang tak terduga sebagai tujuan investasi. “Ini terburu-buru. Bukan hanya perusahaan Tiongkok yang mendirikan di Penang. Ini bahasa Korea, bahasa Jepang, dan bahasa barat,” katanya seperti dikutip dari Financial Times, Rabu (13/3).

Seperti diketahui, Malaysia memiliki sejarah 50 tahun menjadi penyedia pasokan semikonduktor dunia, baik dari pengemasan, perakitan, sampai pengujian chip. Hal ini menjadi alasan kuat bagi Malaysia menjadi pemimpin di industri penting di teknologi elektronik ini dengan nilai US$520 miliar atau sekitar Rp8,10 triliun (kurs Rp15.578,81 per dolar AS).

Wismer mengatakan bahwa produsen peralatan semikonduktor besar di Barat tidak dapat menjual peralatan tercanggih mereka ke Cina karena pembatasan AS.

“Jadi mereka (Cina) memberi tahu pemasok mereka: jika Anda tidak keluar (dari Cina), kami harus mencari pemasok baru. Perusahaan-perusahaan Cina kemudian terpaksa pindah atau berekspansi ke tempat-tempat seperti Asia Tenggara agar tidak kehilangan bisnis. Di sinilah Penang berperan,” katanya.

Ledakan investasi

Kemikon kini tak berjalan sendiri, karena perusahaan asing mulai mebanjiri lahan-lahan industri teknologi di Malaysia.

Perusahaan seperti Fengshi Metal Technology yang berasal dari Cina; raksasa chip Amerika, Micron dan Intel; serta perusahaan semikonduktor Eropa AMS Osram dan Infineon, adalah beberapa contoh dari perusahaan yang membangun pabriknya di Malaysia.

Sementara itu, Country Executive Bank of America, Gautam Puntambekar, mengatakan Malaysia adalah salah satu tempat yang paling menarik untuk investasi teknologi di Asia saat ini. “Ketika Anda berbicara tentang semikonduktor, Malaysia selalu menjadi bagian dari pembicaraan tersebut,” katanya. “Diversifikasi rantai pasokan dari Tiongkok tetap menjadi fokus utama bagi perusahaan.”

Pada 1972, sawah berlumpur di Penang menjadi fasilitas produksi pertama di luar AS untuk Intel. Terpikat oleh zona perdagangan bebas baru dan pelabuhan pelayaran yang sibuk di Selat Malaka, Intel, bersama AMD, Renesas (sebelumnya Hitachi), Keysight Technologies (sebelumnya Hewlett-Packard) dan beberapa perusahaan multinasional teknologi lainnya adalah pionir dari apa yang dulu disebut sebagai ‘Silicon Valley dari Timur’.

Malaysia sudah menjadi eksportir semikonduktor terbesar keenam di dunia dan menguasai 13 persen pasar pengemasan, perakitan, dan pengujian semikonduktor global.

Negara ini menyumbang 20 persen impor semikonduktor AS setiap tahunnya, lebih banyak dibandingkan Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan.

Masalah kesiapan

Sementara itu, Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menyebut pengembangan industri semikonduktor dan tenaga kerja ke manufaktur yang bernilai lebih tinggi adalah tujuan penting negara. Menurutnya, Malaysia sedang berada di, “momen yang sangat kritis, sebuah perubahan dari sejarah.”

Investasi di Malaysia tengah booming. Negara ini menarik investasi asing langsung sebesar US$12,8 miliar atau sekitar Rp199,47 triliun pada 2023, lebih besar dari jumlah total yang diterima dari penggabungan tahun 2013 hingga 2020.

Meski begitu, kesiapan negara ini untuk menjadi pemimpin di industri teknologi menunjukkan sejumlah permasalahan. Pertama, karena politik yang lebih condong ke arah Cina. Hal ini membuat AS sebagai kontributor FDI (Foreign Direct Investment) Malaysia mungkin akan makin menekan teknologi Cina dengan pembatasan produk dan peralatan yang dibuat Malaysia.

Kelemahan lain yang masih terlihat adalah belum adanya banyak katalis yang mendorong perusahaan tersebut untuk meningkatkan rantai nilai di bidang semikonduktor. Selain itu, produktivitas tinggi pabrik-pabrik teknologi di Malaysia–khususnya Penang–membuat harga lahan industri meningkat pesat.

“Di seluruh Asia Tenggara, pertumbuhan harga properti residensial di Penang pada paruh pertama tahun 2023 berada di urutan kedua setelah negara kota Singapura yang mahal, menurut Knight Frank,” tulis Financial Times dalam laporannya.

Secara historis Malaysia dipandang kurang memiliki kemauan politik untuk menawarkan insentif yang ditargetkan yang diperlukan untuk memikat perusahaan semikonduktor terbesar, agar mendirikan pabrik fabrikasi padat modal, yang dikenal sebagai fabs. Malaysia juga tidak memiliki pemimpin nasional di bidang semikonduktor, seperti TSMC Taiwan.

Malaysia mulai merasa bahwa staf teknik di negara itu mulai kurang. Sektor listrik dan elektronik saja membutuhkan 50.000 insinyur, namun hanya 5.000 mahasiswa teknik yang lulus setiap tahun–dan banyak dari mereka yang menyeberang ke Singapura, di mana mereka dibayar jauh lebih tinggi.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.