10 Provinsi dengan Daya Saing Digital Terbaik di Indonesia
Laporan East Ventures Digital Competitiveness Index 2024.
Jakarta, FORTUNE - East Ventures bersama Katadata Insight Center meluncurkan East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2024, yang menjadi edisi kelima sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2020. Laporan riset EV-DCI 2024 merupakan pemetaan daya saing digital Indonesia dengan tema “Mewujudkan kedaulatan digital Indonesia”.
Kedaulatan digital menjadi salah satu aspek penting untuk suatu negara dapat memaksimalkan perkembangan digitalisasi di negaranya untuk menjadi motor peningkatan kesejahteraan, tidak terkecuali untuk Indonesia.
Willson Cuaca, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures, mengatakan sejak diluncurkan pertama pada tahun 2020, komitmen East Ventures tetap sama, yaitu mendorong semangat inklusi dan kolaborasi untuk mewujudkan keadilan dan kedaulatan digital bagi seluruh rakyat Indonesia. "Kami ingin mengucapkan terima kasih atas kontribusi seluruh pemangku kepentingan yang telah berkontribusi dalam membangun ekosistem ekonomi digital yang berkelanjutan dan inklusif,” kata Willson.
Laporan ini diharpakan menjadi bahan acuan dan fondasi bagi setiap pihak terkait dalam terus membangun ekosistem digital Indonesia. "Kami percaya laporan ini merupakan bukti nyata dari komitmen kami dalam mempersiapkan Indonesia dalam memasuki era dividen demografi dini, terutama dalam membangun ekonomi digital yang lebih kuat dan mencetak Generasi Emas 2045,” katanya, menambahkan..
10 provinsi dengan skor tertinggi
EV-DCI 2024 menyajikan data daya saing digital di 38 provinsi dan 157 kota/kabupaten di Indonesia. Daya saing digital di daerah-daerah di Indonesia terus menunjukkan tren positif, terlihat dengan skor EV-DCI 2024 sebesar 38,1. Skor ini meningkat dari skor tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar 37,8 (2023) dan dua tahun sebelumnya, yaitu 35,2 (2022).
Pada EV-DCI 2024, 10 provinsi dengan skor tertinggi masih didominasi oleh provinsi di pulau Jawa, seperti pada peringkat di tahun sebelumnya. Secara berurutan, 10 provinsi tersebut adalah (1) DKI Jakarta, (2) Jawa Barat, (3) Jawa Timur, (4) DI Yogyakarta, (5) Banten, (6) Bali, (7) Kepulauan Riau, (8) Kalimantan Timur, (9) Sumatera Utara, dan (10) Jawa Tengah. Keempat provinsi di luar pulau Jawa yang berada di 10 besar ini secara konsisten dapat bersaing dengan provinsi di pulau Jawa.
Untuk melihat perkembangan pembangunan daya saing digital Indonesia secara keseluruhan, kita dapat mengamati pergerakan nilai median atau nilai tengah indeks dari tahun ke tahun. Nilai median yang terus mengalami perbaikan selama lima tahun secara berturut-turut menggambarkan peningkatan daya saing digital secara keseluruhan di seluruh provinsi, khususnya pada provinsi peringkat menengah dan bawah.
Nilai spread atau selisih antara skor provinsi tertinggi (DKI Jakarta - 78,2) dan terendah (Papua Pegunungan - 17,8) untuk EV-DCI 2024 yaitu 60,4, lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 52,4 pada 2023. Melebarnya nilai spread dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain perbedaan laju pembangunan digital masing-masing provinsi, serta perlambatan pembangunan yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi makro yang mempengaruhi daya beli masyarakat.
Sebagai contoh, pengaruh perbedaan laju pembangunan, di mana Kalimantan Barat dan Gorontalo sama-sama menunjukkan peningkatan di berbagai indikator. Namun secara relatif, pembangunan di Gorontalo jauh lebih pesat dibandingkan dengan Kalimantan Barat. Sehingga ketika dibandingkan dalam penghitungan indeks, skor Gorontalo naik 3.0 poin sementara skor Kalimantan Barat menurun 3.0 poin.
Sedangkan terkait faktor ekonomi makro, Direktur Eksekutif Katadata Insight Center, Adek Media Roza, menambahkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara ekonomi makro dan daya saing digital menyebabkan pemerintah perlu memandang isu ini secara holistik.
“Penurunan pilar Penggunaan TIK dan Pengeluaran TIK yang dipicu melemahnya daya beli akibat inflasi serta tekanan eksternal lainnya menjadi salah satu contoh bagaimana situasi ekonomi makro mempengaruhi upaya penguatan daya saing digital Indonesia. Sehingga, pemerintah tetap perlu memperhitungkan berbagai faktor yang dapat menjadi penghambat pertumbuhan daya saing digital Indonesia,” kata Adek.
Mewujudkan kedaulatan digital Indonesia
Di tengah pesatnya perkembangan digital global, sektor digital menjadi salah satu potensi penggerak pertumbuhan ekonomi negara, tidak terkecuali bagi Indonesia. Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang begitu besar dan menjadi komponen penting dalam menghindari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap) dan mencapai target Indonesia Emas 2045. Namun dengan ketiadaan batasan geografis dalam ruang siber, keterhubungan antar negara menjadi tidak terhindarkan. Indonesia perlu memastikan kedaulatan digital negara terjaga, yaitu kendali atas infrastruktur digital serta arus data dan informasi di wilayahnya.
Untuk mewujudkan kedaulatan digital Indonesia, penguatan daya saing digital secara berkelanjutan menjadi faktor yang amat penting. Berbagai tantangan dalam pembangunan digital yang masih dihadapi Indonesia hingga kini, seperti isu pemerataan pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia telah menjadi sorotan pemerintah. Selama 10 tahun terakhir, pemerintah Indonesia sudah menjalankan berbagai program peningkatan daya saing digital yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga kesejahteraan masyarakat secara luas.
Program seperti gerakan UMKM Go Digital serta program Literasi Digital telah menunjukkan hasil untuk penguatan daya saing bisnis dan masyarakat. Ditambah lagi, program digitalisasi pemerintahan seperti Gerakan 100 Smart City dirancang untuk juga membawa manfaat pembangunan digital ke ranah tata kelola pemerintahan. Program-program seperti ini diharapkan dapat terus meningkatkan daya saing digital Indonesia.
Selain penguatan daya saing, pemerintah Indonesia juga telah menghasilkan berbagai regulasi serta kemitraan yang bertujuan melindungi kedaulatan digital Indonesia. Harapannya, pesatnya perkembangan digital dan menguatnya keterhubungan global tidak menghasilkan pembangunan digital yang bertentangan dengan kepentingan bangsa Indonesia.