TECH

AI Kian Menjamur, Wall Street Ragu Investasi Akan Untung

Investasi AI dianggap kurang berkelanjutan.

AI Kian Menjamur, Wall Street Ragu Investasi Akan UntungIlustrasi Kecerdasan Buatan. Shutterstock/Elnur
07 August 2024

Jakarta, FORTUNE - Wall Street tengah menghadapi pertanyaan besar mengenai masa depan Kecerdasan Buatan (AI): kapan perusahaan-perusahaan teknologi mulai menghasilkan keuntungan nyata dari investasi mereka dalam teknologi ini?

Sejak peluncuran ChatGPT yang memicu perlombaan senjata AI, banyak raksasa teknologi sesumbar inovasi ini akan merevolusi berbagai industri.

Mereka menggunakan alasan ini untuk berinvestasi puluhan miliar dolar dalam pusat data dan semikonduktor yang dibutuhkan untuk menjalankan model AI besar. Namun, produk yang diluncurkan sejauh ini terkesan sepele, seperti chatbot tanpa model monetisasi yang jelas, langkah penghematan biaya seperti pemrograman AI, dan pencarian berbasis AI yang terkadang menghasilkan informasi yang tidak akurat.

Saat ini, Big Tech masih belum menunjukkan hasil signifikan dari investasi miliaran dolar yang dikucurkan. Investor pun mulai merasakan kegelisahan.

Laporan pendapatan Amazon pada Kamis lalu menunjukkan hasil yang kurang memuaskan, di mana sahamnya turun hampir 9 persen akibat kekhawatiran perusahaan menghabiskan banyak uang untuk AI tanpa hasil yang memadai. Saham Intel juga anjlok 25 persen setelah pengumuman pemotongan biaya sebesar US$10 miliar diikuti pemberhentian puluhan ribu pekerja.

Investor pun kini mempertanyakan nilai dari investasi besar ini. "Apakah semua ini benar-benar bernilai? Atau hanya objek mengkilap yang dikejar industri untuk memenuhi mimpi pertumbuhan tak berujung?" ungkap Keith Weiss, analis dari Morgan Stanley.

Ramai-ramai investasi AI

Beberapa raksasa teknologi, termasuk Google, Microsoft, dan Meta, mengindikasikan rencana untuk meningkatkan investasi dalam infrastruktur AI mereka.

Meta memperkirakan pengeluaran modal tahunan antara US$37 hingga US$40 miliar, sementara Microsoft mengharapkan pengeluaran lebih tinggi pada tahun fiskal 2025 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Google juga merencanakan pengeluaran modal minimal US$12 miliar setiap kuartal tahun ini.

Namun, para pemimpin teknologi menyadari bahwa mereka memerlukan waktu lebih banyak untuk melihat hasil dari investasi tersebut. Amy Hood, CFO Microsoft, menyatakan bahwa investasi pusat data diharapkan mendukung monetisasi teknologi AI dalam 15 tahun ke depan. Senada, CFO Meta, Susan Li, mengatakan bahwa pengembalian dari AI generatif akan datang dalam periode yang lebih lama.

Jangka waktu ini menimbulkan masalah bagi investor yang terbiasa dengan pertumbuhan penjualan dan keuntungan. "Jika Anda berinvestasi sekarang dan berharap pengembalian dalam 10 hingga 15 tahun, itu bukan investasi perusahaan publik," kata Gil Luria, analis D.A. Davidson.

Sebagian investor bahkan meragukan apakah investasi AI akan memberikan hasil.

Analis Goldman Sachs, Jim Covello, menilai bahwa teknologi ini belum siap untuk menyelesaikan masalah kompleks yang bisa membenarkan biayanya.

Dalam konteks ini, Tesla menjadi contoh betapa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melihat hasil dari produk AI, seperti teknologi “full self-driving” yang terus menghadapi masalah keamanan meskipun telah dijanjikan sejak 2015.

Sementara itu, CEO teknologi tampaknya sepakat bahwa "risiko kurang berinvestasi jauh lebih besar daripada risiko berinvestasi berlebihan."

Namun, tekanan dari investor untuk menyesuaikan investasi dan membiarkan pertumbuhan pendapatan mengikuti perkiraannya semakin meningkat. Luria memprediksi bahwa dalam waktu dekat, beberapa perusahaan mungkin mulai mengurangi investasi infrastruktur AI, karena tingkat investasi saat ini dianggap tidak berkelanjutan.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.