Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Laporan GSMA: Ekonomi Seluler Sumbang US$950 Miliar di Asia Pasifik

Ilustrasi orang-orang yang sedang menggunakan telepon seluler. (unsplash.com/camilo jimenez)
Ilustrasi orang-orang yang sedang menggunakan telepon seluler. (unsplash.com/camilo jimenez)
Intinya sih...
  • Teknologi dan layanan seluler menyumbang US$950 miliar terhadap perekonomian Asia Pasifik pada 2024.
  • Ekosistem seluler mendukung sekitar 17 juta pekerjaan dan menyumbang lebih dari US$90 miliar dalam pendanaan publik melalui pajak.
  • Monetisasi 5G menyasar solusi premium untuk korporasi dan inovasi layanan untuk konsumen.

Jakarta, FORTUNE - Teknologi dan layanan seluler menyumbang US$950 miliar terhadap perekonomian Asia Pasifik pada 2024 seiring percepatan transformasi digital yang didorong oleh 5G, IoT, dan kecerdasan buatan (AI).

Temuan ini diungkap dalam laporan terbaru ‘Mobile Economy Asia Pacific 2025’ yang diluncurkan oleh GSMA pada perhelatan Digital Nation Summit Singapore 2025, dikutip Selasa (29/7).

Selain dampak ekonomi, ekosistem seluler juga menjadi penopang utama lapangan kerja dengan mendukung sekitar 17 juta pekerjaan (11 juta secara langsung dan 6 juta di industri terkait) dan menyumbang lebih dari US$90 miliar dalam pendanaan publik melalui pajak.

Julian Gorman, Head of Asia Pacific di GSMA, menyatakan konektivitas seluler merupakan semacam oksigen bagi transformasi digital Asia Pasifik.

"Namun, temuan kami memberikan peringatan yang jelas: biaya spektrum telah meningkat tiga kali lipat dalam satu dekade terakhir, dan 48 persen dari populasi masih belum terhubung ke internet. Untuk menjaga momentum, kita membutuhkan tindakan tegas,” ujarnya dikutip dari siaran pers.

Laporan tersebut menyoroti pergeseran strategis besar dalam industri. Setelah para operator menginvestasikan hampir US$220 miliar untuk membangun jaringan 5G pada 2019 - 2024, fokus kini beralih dari sekadar membangun menara menjadi mencari cara kreatif menghasilkan pendapatan dari layanan yang ada.

Langkah ini krusial menjaga keberlanjutan industri dan mengembalikan modal investasi jumbo, dengan komitmen investasi tambahan US$254 miliar hingga 2030.

Monetisasi 5G menyasar dua segmen utama dengan pendekatan yang berbeda:

Solusi premium untuk korporasi: sektor bisnis menjadi ujung tombak lewat penawaran solusi canggih seperti jaringan 5G privat untuk pabrik pintar dan network slicing (alokasi jaringan khusus). Contohnya, Telkomsel di Indonesia bermitra dengan Pegatron menerapkan solusi AI dan IoT berbasis 5G di pabrik manufaktur pintar di Batam.

Inovasi layanan untuk konsumen: operator tidak lagi hanya menjual kuota, tetapi pengalaman. Strategi yang menonjol antara lain fixed wireless access (FWA) untuk internet rumah, bundling dengan layanan konten seperti Netflix, dan harga berbasis pengalaman yang konsumennya bisa membayar lebih untuk koneksi premium saat bermain gim atau live streaming.

Meski prospeknya cerah, laporan GSMA memperingatkan adanya tantangan serius yang dapat memperlambat kemajuan.

Pertama, biaya spektrum yang meroket. Rasio biaya spektrum terhadap pendapatan operator naik tiga kali lipat dari 3 persen pada 2014 menjadi 9 persen pada 2023.

Kedua, munculnya scam economy yang diperkirakan telah menyedot lebih dari US$1 triliun dari konsumen di seluruh dunia pada 2024. Untuk melawannya, operator membentuk gugus tugas lintas sektor seperti Asia Pacific Cross-Sector Anti-Scam Taskforce (ACAST) dan memanfaatkan inisiatif GSMA Open Gateway untuk menyematkan fitur keamanan canggih langsung ke layanan digital.

Untuk itu, GSMA menekankan perlunya kebijakan yang mendukung, seperti model harga spektrum yang berkelanjutan, insentif fiskal untuk menjembatani kesenjangan investasi di daerah pedesaan, serta regulasi yang ramah inovasi tanpa mengorbankan perlindungan konsumen.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us