Kasus Penipuan Kripto Marak, Kerugian Korban Tembus Rp14 Triliun
Jenis penipuan paling banyak adalah investasi bodong.
Jakarta, FORTUNE – Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat menyebut sejak tahun lalu ada 46 ribu orang yang telah melaporkan kehilangan kripto dengan jumlah kerugian US$1 miliar atau lebih dari Rp14 triliun.
Menurut FTC, aset kripto adalah metode yang umum dimanfaatkan penipu untuk menggasak uang seseorang meskipun belum menjadi alat pembayaran utama. Sejumlah aset digital yang kerap digunakan untuk penipuan ini adalah Bitcoin (70 persen), stablecoin Tether (10 persen), dan Ether (9 persen).
Menurut FTC, aset kripto memiliki sejumlah fitur menarik bagi scammers. Tidak ada bank atau otoritas terpusat untuk memberikan tanda akan transaksi mencurigakan maupun upaya untuk mengantisipasi penipuan.
“Transfer aset kripto tidak dapat dikembalikan setelah uangnya hilang. Tidak ada cara untuk mendapatkannya kembali. Dan kebanyakan orang masih asing dengan cara kerja kripto. Pertimbangan ini tidak unik untuk transaksi kripto, tetapi semuanya bermain di tangan penipu,” begitu laporan FTC, dikutip Selasa (7/6).
Sebagian besar korban penipuan mengaku mereka terpancing dari iklan, unggahan, atau pesan di platform media sosial seperti Instagram (32 persen), Facebook (26 persen), Whatsapp (9 persen), dan Telegram (7 persen).
Sebagai perbandingan, Chainalysis, perusahaan riset blockchain, menyatakan nilai kejahatan kripto pada 2021 mencapai US$14 milliar atau lebih dari Rp202 triliun. Pertumbuhannya 79 persen dibandingkan 2020 yang mencapai US$7,8 miliar, dan sejauh ini dianggap sebagai yang tertinggi.
Jenis penipuan kripto
Dalam laporan sama, FTC menulis bahwa bentuk paling umum dalam penipuan kripto ini adalah investasi bodong yang nilainya mencapai US$575 juta. Modus penipuan tersebut terkesan sederhana. Penipu menjanjikan investor akan imbal hasil yang besar. Investor lantas mengirimkan uangnya, namun ke dompet penipu tersebut. Pada prosesnya, saat investor berupaya mencairkan dananya, mereka tidak bisa melakukannya, dan uangnya pun raib.
Lembaga sama turut melaporkan scammers kerap menggunakan bujuk rayu untuk memikat orang dalam investasi kripto. Jenis penipuan ini disebut dengan penipuan romantis (romance scams).
Itu belum termasuk penipuan dengan cara mengaku sebagai pebisnis atau perwakilan pemerintah. Dalam metode ini, penipu menargetkan konsumen dengan mengeklaim uangnya berisiko karena penipuan atau penyelidikan pemerintah. Lalu, satu-satunya cara untuk melindungi uangnya adalah dengan menempatkannya ke aset kripto.
“Orang berusia 20 hingga 49 tahun lebih dari tiga kali lebih mungkin daripada kelompok usia yang lebih tua untuk melaporkan kehilangan uang karena penipuan kripto,” demikian FTC.