Warga Singapura Mesti Lolos Ujian Kripto Sebelum Bisa Lanjut Transaksi
Demi melindungi investor dari perdagangan risiko tinggi.
Jakarta, FORTUNE – Pemerintah Singapura tengah menyusun aturan yang bakal memperketat perdagangan aset kripto dengan niat melindungi investornya dari risiko tinggi perdagangan aset kripto. Rencana ini juga dibuat sebagai respons atas rentetan masalah yang menimpa sejumlah platform aset kripto.
Melansir Reuters, Jumat (28/10), Bank sentral Singapura telah mengajukan usulan yang berkenaan dengan peraturan baru perdagangan aset kripto dan stablecoin, jenis aset kripto yang dipatok ke aset lain seperti dolar AS.
Rencana pengetatan perdagangan aset kripto itu termaktub dalam dua makalah konsultasi, yang di dalamnya memuat, misalnya, aturan bahwa platform pertukaran aset kripto dilarang meminjamkan aset milik investor ritel. Selain itu, bisnis perdagangan aset kripto juga tidak dibolehkan untuk menawarkan insentif demi menarik investor ritel atau menerima pembayaran kartu kredit atau memberikan pembiayaan kepada pelanggan ritel.
“Perdagangan aset kripto sangat berisiko dan tidak cocok untuk masyarakat umum. Namun, aset kripto memainkan peran pendukung dalam ekosistem aset digital yang lebih luas, dan tidak mungkin untuk melarangnya,” kata Otoritas Moneter Singapura, seperti dilansir dari The Straits Times.
Menurutnya, niat itu dimaksudkan untuk mengurangi risiko perdagangan aset kripto yang spekulatif.
Klausul pengetatan
Dalam usulan tersebut, pemerintah Singapura mewajibkan penyedia layanan perdagangan aset kripto menguji pemahaman investor tentang risiko aset sebelum mengizinkan mereka bertransaksi. Perusahaan aset kripto juga harus memisahkan aset pelanggan dari aset mereka sendiri. Lalu, mereka mesti memperkenalkan kontrol manajemen risiko untuk token yang dipegang oleh semua investor, serta mengungkapkan kebijakan dan prosedur tentang cara mereka memilih dan mencantumkan token.
Platform pertukaran aset kripto diwajibkan pula mengungkapkan konflik kepentingan. Misalnya, pengungkapan diperlukan jika perusahaan memiliki kepentingan finansial pada token yang terdaftar pada platform perdagangan, atau jika pemain melakukan aktivitas pembuatan pasar (market-making) untuk token yang terdaftar pada platform perdagangannya.
Mereka juga harus memastikan penerapan proses penanganan keluhan yang memadai. Seakan belum cukup, penyedia layanan perdagangan aset kripto harus menjaga ketersediaan dan pemulihan, serta mempromosikan perdagangan yang adil dan transparan.
Dianggap berlebihan
Menanggapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Blockchain Singapura, Chia Hock Lai, menyatakan peraturan yang diusulkan ini termasuk “komprehensif”. Namun, menurutnya, perlu ada penyesuaian pada klausul yang dinilai berlebihan serta dapat berisiko terhadap industri.
“Penerapan tes kesadaran risiko mestinya meniadakan kebutuhan untuk melarang pembayaran kartu kredit dan pemberian insentif kepada pelanggan ritel,” katanya.
Singapura bukan pusat utama perdagangan aset kripto, khusususnya bagi investor ritel. Dia berharap aturan tersebut tidak signifikan pada volume di bursa aset kripto.
Beberapa perusahaan penyedia aset kripto mengatakan bahwa klausul yang mewajibkan pemisahan aset akan membuat mereka melakukan perubahan struktur bisnis, serta melambungkan biaya perusahaan.