Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pengamat Nilai Transfer Data RI ke AS Dapat Ancam Kedaulatan Nasional

Ilustrasi Digitalisasi (Unsplash.com/fancycrave1)
Ilustrasi Digitalisasi (Unsplash.com/fancycrave1)
Intinya sih...
  • Transfer data lintas-negara dianggap sebagai ancaman serius bagi kedaulatan dan keamanan nasional
  • Praktik transfer data lintas-negara oleh perusahaan besar dapat merugikan kepentingan nasional
  • Banyak perusahaan asing di Indonesia mengelola data lokal melalui server luar negeri

Jakarta, FORTUNE -Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, menyatakan praktik transfer data lintas-negara menjadi ancaman serius bagi kedaulatan dan keamanan nasional. Ia mendesak diambilnya langkah tegas dan komprehensif demi melindungi data warga negara dari potensi eksploitasi pihak asing.

Menurutnya, praktik cross-border data transfer (CBDT) yang kini dianggap lazim oleh perusahaan teknologi raksasa—mulai dari penyedia media sosial seperti Facebook hingga layanan cloud seperti Amazon Web Services—sesungguhnya menyimpan risiko besar yang dapat merugikan kepentingan nasional.

"Seluruh negara perlu mengambil langkah tegas untuk mengatur transfer data lintas-negara, khususnya memastikan data warganya dilindungi dengan standar tertinggi," ujar Ardi.

Ardi mencontohkan skandal Cambridge Analytica yang terungkap pada 2018. Dalam kasus itu, data pribadi sekitar 87 juta pengguna Facebook dikumpulkan tanpa izin melalui aplikasi kuis kepribadian bernama "This Is Your Digital Life".

Data tersebut kemudian disalahgunakan oleh Cambridge Analytica, sebuah konsultan politik Inggris, dalam membangun profil psikografis. Profil ini memungkinkan manipulasi opini publik secara masif dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 2016 dan referendum Brexit di Inggris.

"Kasus ini membuktikan bagaimana data yang ditransfer melintasi batas negara menjadi alat manipulasi politik yang tidak hanya mengancam privasi individu, tetapi juga stabilitas demokrasi, integritas pemilu, dan kedaulatan politik negara terdampak," ujarnya.

Insiden peretasan dan kebocoran data berskala global yang terus berulang semakin memperkuat argumen bahwa arus data lintas-negara adalah ancaman nyata terhadap keamanan nasional.

“Skandal Cambridge Analytica, gugatan bersejarah Max Schrems, serta berbagai insiden peretasan dan kebocoran data global menjadi pengingat yang sangat penting bahwa data bukan hanya aset ekonomi atau teknologi, tetapi juga sumber kekuatan geopolitik yang harus dijaga dengan sangat hati-hati dan strategis,” ujar Ardi dalam keterangannya, dikutip Senin (28/7).

Dalam hemat Ardi, tantangan utama menerapkan praktik tersebut adalah memastikan data strategis nasional tetap berada di bawah kendali Indonesia. Data ini mencakup data pemerintah, militer, infrastruktur kritis, sistem finansial, dan informasi ekonomi strategis.

Menurutnya, negara yang gagal melindungi data warganya akan sangat rentan terhadap berbagai ancaman eksternal, mulai dari manipulasi politik, sabotase ekonomi, hingga serangan siber yang dapat melumpuhkan infrastruktur vital.

Dia menekankan perlunya regulasi ketat, pengawasan efektif, investasi besar dalam infrastruktur digital nasional, serta pengembangan sumber daya manusia pada bidang keamanan siber.

“Regulasi seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi No. 27 Tahun 2022 (UU PDP) menjadi langkah penting dan strategis untuk memastikan bahwa data warga negara tidak mudah berpindah ke yurisdiksi asing yang berpotensi menyalahgunakannya untuk tujuan yang merugikan kepentingan nasional Indonesia,” ujarnya.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us