Jakarta, FORTUNE – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM) menyebut Project S TikTok Shop bisa merugikan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 diharapkan bisa dipercepat untuk menjaga eksistensi UMKM.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan revisi Permendag Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE), akan melindungi industri dalam negeri, termasuk e-commerce dalam negeri, UMKM, dan juga konsumen.
“Hingga saat ini masih belum keluar juga aturan revisinya. Ini sudah sangat urgent. Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya. Aturan ini nampaknya macet di Kementerian Perdagangan,” kata Teten dalam keterangan resmi, Kamis (6/7).
Menjaga UMKM
Dengan revisi ini, harga produk impor dipastikan tak akan memukul harga milik UMKM. Permendag 50 ini diperlukan sebagai langkah awal untuk mengatur model bisnis social commerce. “Nantinya diperlukan aturan lebih detail mengenai pengaturan white labelling sehingga tidak merugikan UMKM di Indonesia,” ujarnya.
Kecurigaan tentang Project S TikTok Shop ini pertama kali mencuat di Inggris. Project S TikTok Shop ini dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris di sebuha negara, untuk kemudian diproduksi di Cina.
Seperti arahan Presiden, terdapat 3 (tiga) hal penting yang ingin dicapai melalui revisi Permendag tersebut yaitu perlindungan konsumen, perlindungan produk dalam negeri; UMKM serta perlindungan kepada platform lokal. Jika tak segera direvisi, bukan tidak mungkin akan ada semakin banyak UMKM yang menutup bisnisnya.
Tak perlu impor
Teten mengatakan, produk asing yang dijajakan di TikTok Shop dan e-commerce lain juga sudah banyak diproduksi oleh industri dalam negeri, sehingga Indonesia tak perlu lagi mengimpor produk tersebut. "Kita bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor mengikuti aturan main yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM," ujarnya.
Teten berharap pasar ekonomi digital di Indonesia yang pada 2030 nilainya diprediksi mencapai Rp5.400 triliun bisa sebesar-besarnya dinikmati oleh industri dalam negeri, termasuk UMKM.
Namun, berdasarkan Studi yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) tahun 2021, khusus produk hijab, hanya 25 persen yang diproduksi oleh pengusaha lokal, selebihnya sudah dikuasai oleh produk impor. Padahal, masyarakat Indonesia menghabiskan US$6,9 miliar untuk membeli 1,02 miliar hijab setiap tahunnya.
Project S TikTok Shop
Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira menyebut Project S bisa berdampak negatif terhadap perkembangan UMKM di Tanah Air. Program baru TikTok ini adalah langkah perusahaan besutan ByteDance ini untuk menjual produknya sendiri di dalam internal TikTok.
Dengan semakin banyaknya penjual lokal yang masuk TikTok Shop, Project S dikhawatirkan bisa mengganggu bisnis UMKM. Apalagi, TikTok berencana melakukan investasi besar-besaran di Indonesia, mencapai US$ 10 miliar. "Dengan Project S ini akan ada banyak barang impor yang dijual secara langsung oleh platform. Itu efek akan sangat merugikan UMKM," katanya, (23/6).
Oleh karena itu, pemerintah jangan tergiur investasi yang dijanjikan berkenaan pengembangan social-commerce. Jika TikTok beralih jadi platform yang menjual barang produksi sendiri secara langsung ke konsumen, maka berpotensi akan mematikan banyak UMKM.