Jakarta, FORTUNE – Jenama minuman berbasis Jamu, Acaraki, memperkenalkan menu baru bertajuk ‘Temu Rene’. Menu baru ini menyasar segmen generasi muda sekaligus untuk memperkenalkan jamu herbal tradisional sebagai komponen penting Gaya Hidup kontemporer.
Senior Marketing Manager PT Acaraki Nusantara Persada, Nadya Eka Putri, mengatakan bahwa ‘Temu Rene’ merupakan perpaduan tanaman herbal Temu Mangga dengan perasan lemon dan madu. “Temu Mangga itu adalah keluarga tanaman Temulawak yang memiliki aroma khas serupa Mangga Kweni, meskipun tidak ada kaitan sama sekali dengan buah itu,” ujarnya kepada Fortune Indonesia, Rabu (5/6).
Bahan herbal yang juga dikenal sebagai Curcuma mangga rhizoma ini sudah lama dikenal sebagai jamu tradisional di kalangan masyarakat Jawa, dengan kandungan anti-inflamasi kuat yang berkhasiat untuk membantu mengurangi pradangan dalam tubuh, menyehatkan lambung, dan menjaga sistem kekebalan tubuh.
“Temu Mangga bisa ditemui di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut di dataran tinggi hijau di kawasan Tawangmangu, Solo. Kami mendapatkannya dari kerja sama dengan RSUP Dr. Sardjito, yang memang membudidayakan dan meneliti tanaman herbal,” kata Nadya. “Sementara, Temu Rene sendiri punya arti ‘berkumpul di sini’ dan dibuat untuk memberikan kebahagiaan dan energi semangat.”
Potensi bisnis
Acaraki merupakan minuman berbasis jamu yang masih berelasi dengan PT Sinde Budi Sentosa–yang jadi produsen minuman kaleng Acaraki Golden Sparkling. Sejak Juni 2018, Acaraki telah mendedikasikan diri untuk memperkenalkan kembali jamu, sebagai minuman kesehatan tradisional yang baik untuk dikonsumsi setiap hari, sejalan dengan misinya mempromosikan manfaat kesehatan dari Jamu sambil melestarikan warisan budaya Indonesia.
“Nama Acaraki terinspirasi oleh prasasti kuno Madhawapura yang merujuk pada ahli ramuan Jamu yang sudah dikenal di tengah peradaban para leluhur Bangsa Indonesia,” kata Nadya.
Pendiri Acaraki, Jony Yuwono, berharap Jamu bisa menjadi sebuah industri yang unggul di Indonesia. Apalagi, Indonesia sejak dulu sudah dikenal sebagai penghasil komoditas rempah atau tanaman herbal penting bagi masyarakat global, seperti jahe, kunyit, kencur, asem, sampai cengkeh ataupun pala.
“Saat ini, di Asia Tenggara, negara yang menguasai pasar tanaman herbal itu justru Thailand. Padahal, banyak jamu-jamu yang menggunakan bahan dasar tanaman herbal sebenarnya berasal dari Indonesia, misalnya Beras Kencur atau Kunyit Asem,” kata Nadya. “Tanaman herbal sebenarnya punya potensi yang besar sekali untuk dikembangkan.”
Dalam memperkenalkan produk-produk minuman jamunya, Acaraki telah hadir dengan beberapa gerainya yang berkonsep coffee bar terbuka di lima lokasi, yakni Kota Tua Jakarta, Mal AEON Tanjung Barat, Landmark Pluit, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, dan Mal Grand Indonesia.
Adopsi teknik pengolahan kopi
Acaraki memiliki keunikan. Sang pendiri mengadopsi berbagai teknik pembuatan kopi untuk menyeduh tanaman herbal yang sudah dikeringkan, seperti V60, French Press, Syphon, sampai brewing machine.
“Cara mengolah jamu dan kopi itu ternyata serupa. Kopi jaman dulu itu digodog dan diperas untuk mendapatkan ekstraknya (mirip jamu), nah sebaliknya Pak Jony juga menemukan ternyata jamu-jamu ini juga bisa diolah dengan teknik-teknik membuat kopi yang kekinian,” ujar Nadya.
Ragam cara pengolahan ini, menurutnya ternyata juga bisa memunculkan berbagai aroma dan rasa jamu yang bervariasi. Bahkan, jamu-jamu di Acaraki juga bisa dipadukan dengan berbagai bahan lain–mirip minuman kopi modern–seperti madu, susu, bahkan yoghurt.
Ia mengatakan, mempopulerkan kembali jamu pada generasi milenial dan Gen Z memang tidak mudah, lantaran sudah terbiasa menikmati minuman seperti kopi atau teh sebagai bagian dari gaya hidup. “Makanya, pendekatan pengolahan kopi ini diyakini bisa membuat generasi muda ini lebih mudah untuk menerima jamu sebagai bagian dari keseharian mereka,” ujar Nadya.
Keberlanjutan
Selain pendekatan ala kopi, untuk menjaga keberlanjutan dari bisnisnya, Acaraki juga melakukan kegiatan komunitas yang fokus pada edukasi tentang manfaat minuman jamu. Hal ini diyakini bisa membuka wawasan generasi muda tentang jamu yang sebenarnya ditujukan bukan sebagai obat setelah sakit, melainkan minuman kesehatan yang dikonsumsi setiap hari untuk mencegah sakit.
“Targetnya Acaraki adalah membuat orang makin banyak yang mau mengonsumsi jamu setiap hari, seperti mereka biasanya minum kopi. Dengan begitu, justru mereka akan membantu kami dari sisi pasokan tanaman herbalnya makin banyak. Kami bakal senang banget kalau profesi seperti penjual jamu gendong atau gerai-gerai minum jamu makin tambah banyak,” kata Nadya.
Acaraki berkomitmen terus mengembangkan riset tentang jamu, untuk mendukung bisnis. Sementara, dari sisi pasokan, Acaraki masih mengandalkan kebun sendiri yang dimiliki di Cinagara, Jawa Barat, dan beberapa daerah lain yang memang masih mengembangkan komoditas tanaman herbal.