Jakarta, FORTUNE – Japfa Grup, melalui fasiltas Aquaculture Research Center (ARC) yang didirkan anak usahanya, menjajal peluang produksi pangan Berkelanjutan lewat budidaya Sidat Tropis bernilai tinggi, Anguilla bicolor.
Presiden Direktur PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk yang juga Direktur Eksekutif JAPFA Grup, Renaldo Santosa, mengatakan bahwa perusahaan melihat berbagai peluang untuk menerapkan prinsip-prinsip budidaya peternakan pada budidaya perairan dan budidaya sidat. “Dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi ketergantungan pada glass eel yang ditangkap di alam liar,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (21/8).
Cara ini menurutnya mampu mengatasi tantangan produksi pangan yang berkelanjutan, dan mengurangi ketergantungan pada penangkapan sidat alami di alam liar yang mulai berlebihan. Penelitian yang dilakukan di langkah awal ini dapat berkontribusi pada konservasi populasi sidat tropis sekaligus memenuhi permintaan konsumen yang terus meningkat secara bertanggung jawab.
JAPFA mencatat bahwa sidat tropis, Anguilla bicolor, saat ini diklasifikasikan dalam status ‘Hampir Terancam/Near Threatened (NT)’ dalam Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).
"Dengan membudidayakan sidat tropis di penangkaran, kami berupaya menjaga kelangsungan hidup populasi sidat liar, serta berkontribusi terhadap keanekaragaman hayati dan kesehatan ekosistem,” kata Renaldo.
Sidat tropis (Anguilla bicolor), dianggap sebagai spesies bernilai tinggi karena permintaannya yang sangat besar di pasar kuliner di Asia dan dunia. Spesies ini sangat diminati, karena rasanya yang lezat dan kandungan nutrisinya yang tinggi, dan kerap menjadi pilihan untuk hidangan premium.
Langkah awal
Direktur Utama PT Suri Tani Pemuka (STP), anak usaha JAPFA pendiri ARC, Ardi Budiono, mengatakan bahwa langkah pertama yang berhasil dilakukan oleh tim bersama Prof. Dr. Senoo Shigeharu, adalah menetaskan 70.000 larva, dengan keberhasilan pemeliharaan larva selama 11 hari.
Hal ini menjadi capaian penting untuk menentukan langkah selanjutnya dalam menetaskan sidat tropis di lingkungan yang terkendali. “Kami yakin kemampuan untuk mereproduksi sidat di penangkaran akan berdampak signifikan pada industri akuakultur, tidak hanya di Asia namun juga secara global,” kata Ardi.
Riset dan pengembangan budidaya sidat tropis ini dilakukan di Banyuwangi, Jawa Timur, dengan berkolaborasi dengan institusi internasional terkemuka, seperti Higher Institution Centres of Excellence, Borneo Marine Research Institute of Universiti Malaysia Sabah (UMS) dan Universitas Kindai.
“Untuk memastikan keberlanjutan sidat tropis, STP akan terus menerapkan praktik budidaya sidat yang berkelanjutan, melakukan berbagai penelitian mengenai sidat, dan terus mendukung upaya untuk meningkatkan populasi sidat di habitat alami mereka,” ujar Ardi.