Jakarta, FORTUNE – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM) memproyeksikan jumlah pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia akan mencapai lebih dari 83 juta pada 2034.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan bahwa UMKM akan terus berkontribusi, seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia yang juga diperkirakan terus meningkat setiap tahunnya. “UMKM bukan sekadar bisnis, melainkan sumber kehidupan perekonomian dan jantung dari semangat kewirausahaan kita,” katanya seperti dikutip dari laman resmi KemenkopUKM, Kamis (11/1).
Menurutnya, UMKM menjadi bagian integral dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan nasional dan berkontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi inklusif. “Desa-desa di Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah seperti sumber daya alam, kerajinan tangan, pariwisata, pertanian, industri kreatif, dan potensi luar biasa lainnya,” ujarnya.
Klaster usaha
Teten juga menyampaikan bahwa KemenkopUKM bkal terus mendorong pengembangan UMKM melalui klaster usaha. “KemenKopUKM sedang mengembangkan rumah produksi bersama di 10 daerah di Indonesia. Adanya pengelolaan yang profesional dari hulu hingga hilir dalam rumah produksi bersama,” katanya.
Ia berharap, dengan pengelolaan yang profesional, upaya ini tak sekedar menjaga stabilitas perekonomian nasional, namun juga memenuhi kebutuhan di setiap daerah, melalui UMKM yang tersebar di wilayah perdesaan.
Desa BRILiaN
Menteri Teten menyebutkan kolaborasi KemenkopUKM dengan berbagai lembaga, seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI), dalam memberikan pemberdayaan kepada desa-desa di seluruh Indonesia secara berkelanjutan, salah satunya dilaksanakan melalui program Desa BRILiaN.
Program Desa BRILiaN yang digagas BRI, menurut Teten bisa memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan perekonomian di desa, terutama untuk mengerakkan produk lokal dari UMKM- UMKM desa di seluruh Indonesia. “Juga diharapkan berfokus juga dalam kemudahan pembiayaan rantai pasok di desa-desa,” ujarnya.
Adapun program Desa BRILiaN sendiri berfokus pada empat pilar penopang, yakni menggerakkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai motor ekonomi desa; digitalisasi desa dengan penetrasi produk-produk digital dan aktivitas penggeraknya; mendorong inovasi di desa; serta membangun keberlanjutan dan ketangguhan dalam mengembangkan desa.
Agen pengembangan
Direktur Utama BRI Sunarso menambahkan, program ini merupakan pemberdayaan desa sebagai upaya agent of development oleh BRI, yang diselenggarakan sejak 2020. “Untuk mengenal potensi wilayah bagian dari integrasi aktivitas pemberdayaan dan eksistensi petugas BRI atau Mantri BRI, serta inisiatif lainnya mulai dari pengembangan klaster usaha BRI, platform pasar BRI, dan lainnya,” katanya.
Melalui program ini, jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) BRI naik menjadi 29,9 persen atau mencapai lebih dari Rp6 triliun. Sementara, nasabah kredit naik 26 persen, sebanyak 177.000 orang dengan nilai pinjaman desa mencapai lebih dari Rp16,1 triliun.
“Kami tak sekadar memberi ikan tapi juga kailnya. Pemberdayaan sampai mereka bisa mandiri baik secara entrepreneurship, manajerial, administrasi, leaderhip, akses pasar, hingga akses informasi teknologi yang dikembangkan mampu mengelola potensi desa untuk terus unggul,” ujar Sunarso.