Jakarta, FORTUNE – Perusahaan teknologi business to business (B2B), Ralali, meluncurkan Ralali Food, inovasi Pangan berteknologi preservasi, dengan kapasitas Produksi mencapai 500.000 piece per bulan.
Founder sekaligus CEO Ralali, Joseph Aditya, mengungkapkan bahwa terobosan bisnis produksi pangan ini mengintegrasikan berbagai layanan bagi dunia bisnis, mulai dari produksi, pendanaan, distribusi, sampai sertifikasi dan perizinan.
“Sebagai pelopor masa depan pangan yang mengintegrasikan teknologi, cita rasa Indonesia, dan keberlanjutan, kami berharap bisa memberikan dampak signifikan tidak hanya bagi para pelaku bisnis makanan, tapi juga masyarakat luas,” ujarnya Rabu (28/8).
Dengan berbekal inovasi yang telah dipatenkan, Ralali Food membawa produk Ready Meals yang bisa bertahan hingga 12 bulan tanpa bahan pengawet di suhu ruang. Produk ini turut menawarkan kelebihan lainnya seperti hemat biaya, waktu penyajian, dan ruang penyimpanan tanpa perlu adanya cold storage.
Terdapat dua kategori produk Ralali Food, yakni Ready to Serve (RTS) yang ditujukan untuk para pemilik bisnis HoReCa (Hotel, Restoran, dan Cafe), agar lebih mudah menyajikan menu yang ditawarkan bagi para konsumen, hanya dengan memanaskan di microwave atau air panas. Dengan begitu, investasi di bagian dapur pun akan lebih efisien. Sementara, produk Ready to Eat (RTE) bisa dinikmati langsung oleh konsumen, bahkan para pebisnis di bidang F&B bisa menciptakan menu RTE sendiri, dengan akses perluasan pasar nasional hingga internasional.
Perluasan bisnis ini diluncurkan bersamaan dengan perayaan ulang tahun perusahaan yang ke-11 tahun. “Ini menandai dimulainya dekade baru yang penuh semangat dengan tujuan menghadirkan solusi yang fokus pada pengembangan solusi yang lebih terarah dan komprehensif, khususnya di bidang industri pangan dan bisnis,” ujar Adit.
Kolaborasi
Ralali kerap berkolaborasi dengan berbagai pihak, seperti Braskita dalam penyediaan beras porang berkualitas tinggi, maupun Kokikit yang lebih krusial lagi dalam kerja sama manufaktur, yang selalu siap menghadirkan berbagai menu sesuai dengan preferensi klien bisnis.
Kolaborasi ini diyakini akan meningkatkan efisiensi bisnis Ralali. Meski ia tak menyebut berapa investasi yang digelontorkan, namun ia menyebut kerja sama bersama banyak mitra bisnis ini cukup menjanjikan, tanpa perlu berinvestasi dalam jumlah besar.
“Plus poinnya banyak banget, dan kami nggak perlu menambah banyak sumber daya manusia,” katanya. “Ralali di tahun ke-11 ini terus berinovasi dan meninveskan banyak di riset dan pengembangan, dan tentunya masih relevan dengan permintaan di pasaran.”
Teknologi pangan
CEO dan Co-Founder PT Kokikit Indonesia Teknologi, yang menjadi bagian dari kemitraan di dalam pengembangan Ralali Food, Andry Suhaili, mengungkapkan bahwa salah satu sektor terkuat dalam kerja sama ini adalah riset dan pengembangan pangan berteknologi. Bahkan, dengan kapasitas produksi sekitar 15.000 pc/hari, Ralali Food bisa mengembangkan ribuan menu.
Untuk membuat produk Ralali Food bisa disajikan dengan instan dan waktu penyimpanan yang relatif lama, Ralali mengandalkan dua proses, yakni teknologi mengeringkan dan sterilisasi, yang sudah dipatenkan. Hal ini berbeda dengan teknologi makanan beku, di mana bakteri biasanya hanya akan ‘tidur’ sementara.
“Untuk makanan kering, kadar airnya sudah tidak ada lagi, sehingga mikroba tidak bisa tumbuh. Teknologi ini sudah kami patenkan untuk nasi yang kami keringkan. Nah, untuk lauknya atau menu basah, makanan akan kami masak, kemudian dimasukkan ke dalam kemasan steril khusus yang tahan panas, kemudian kami sealed lalu kami masukan ke mesin sterilisasi bersuhu 121 derajat celcius, untuk membunuh bakteri yang berkembang di dalam kemasan,” kata Andry.