Bulog Sarankan Penggunaan AI untuk Tingkatkan Produksi Pangan
Lahan pertanian dinilai mulai terbatas.
Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengusulkan penerapan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) serta teknologi pengolahan pangan untuk mengatasi permasalahan sektor pangan di Indonesia.
Bayu mengatakan bahwa AI sebenarnya telah mulai diterapkan melalui program “Mari Kita Majukan Usaha Rakyat" (Makmur) sejak 2021 di Kementerian BUMN yang dipimpin Erick Thohir.
"Kita kurang menerapkan teknologi seperti teknologi benih atau melalui AI yang bisa meningkatkan produktivitas," kata Krisna dalam keterangannya pekan lalu.
Program Makmur memberikan pengawasan dan pendampingan intensif kepada petani, mulai dari pengelolaan budi daya tanaman, digital farming, hingga mekanisasi pertanian. Selain itu, disiapkan juga akses permodalan, perlindungan risiko pertanian, serta adanya kepastian pembelian dengan harga kompetitif melalui off taker.
Solusi lain yang diusulkan Bayu adalah melalui penerapan teknologi pengolahan pangan. Dia menjelaskan bahwa teknologi pangan memungkinkan Indonesia untuk melakukan diversifikasi pangan dengan hasil yang lebih baik. Pengolahan singkong menjadi nasi, misalnya, dinilai memiliki nilai produksi lebih tinggi daripada beras.
"Singkong memproduksi karbohidrat paling tinggi per hektare. Padi mungkin hanya lima sampai tujuh ton sudah hebat. Singkong bisa 100 ton per hektare. Sekarang mungkin kurang diperhatikan, jadi sekitar 20 ton. 20 ton saja sudah lebih gede dari padi. Jadi kalau bikin singkong menjadi nasi harus masuk teknologi pangan," ujar Bayu.
Lahan pertanian mulai menyusut
Bayu menilai sejumlah strategi tersebut mampu mengatasi permasalahan seperti berkurangnya lahan pertanian. Menurut data yang dimilikinya, Indonesia kehilangan 100.000 hektare lahan pertanian setiap tahun yang beralih fungsi menjadi perumahan dan infrastruktur lainnya.
Meski demikian, Bayu menegaskan bahwa Perum Bulog hanya bisa memberikan saran dan mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan dimaksud. Dia berharap, ketika pemerintah mampu menerapkan strategi-strategi tersebut, Indonesia bisa menghadapi berbagai tantangan ke depannya.
"Iklim semakin tidak pasti. Kita sudah tidak ingin bongkar hutan karena dampaknya lebih besar. Lalu dengan penduduk yang terus bertambah dan negara lain punya ekonomi politik masing-masing, let's think differently," katanya.