Jakarta, FORTUNE – Studi Mercer Marsh Benefits (MMB) menunjukkan pengendalian biaya perawatan Kesehatan Pekerja yang ditanggung Perusahaan jadi prioritas utama di 2024. Hal ini bakal menajdi inti dari tren di bidang kesehatan, menurut hasil studi tersebut.
“Kami mensurvei 223 perusahaan asuransi di 58 negara, termasuk Indonesia dan juga termasuk 100 perusahaan asuransi di kawasan Asia, untuk mengetahui bagaimana tren ini dapat memengaruhi kebutuhan tenaga kerja saat ini dan di masa depan,” tulis MMB dalam keterangan tentang Health Trend 2024 yang diterima Fortune Indonesia, Senin (19/2).
Menurut MMB, pada tahun tahun lalu, klaim medis per orang meningkat 12,5 persen. dan angka ini melebihi level sebelum pandemi. “Oleh karena itu, perhatian terhadap premi dan pengelolaan program kesehatan karyawan semakin menguat. Meskipun pada 2024 tingkat kenaikan diperkirakan akan sedikit turun, namun angkanya diprediksi mencapai 4 kali lipat dari inflasi,” ungkap MMB.
Laporan tersebut mengarahkan pentingnya perusahaan mendapatkan keseimbangan tepat antara pengelolaan biaya dan kebutuhan para karyawan.
Berikut ini adalah sejumlah tren utama, seperti yang terungkap dalam MMB Health Trends 2024, yang membentuk masa depan perawatan kesehatan yang ditanggung perusahaan.
1. Peningkatan biaya kesehatan yang signifikan
MMB Health Trends 2024 menunjukkan, lebih dari setengah pasar menghadapi peningkatan biaya sebesar dua digit.
Sekitar 84 persen perusahaan asuransi di Asia percaya inflasi medis memiliki dampak signifikan atau sangat signifikan terhadap tingkat tren medis tahun 2023. “Tren biaya medis di Indonesia diproyeksikan tumbuh 13 persen pada tahun ini,” kata kajian itu.
Dari hasil studi juga diketahui bahwa kanker menduduki peringkat teratas klaim yang diajukan pengguna asuransi. Maka dari itu, tindakan pencegahan seperti program skrining haru terus berlanjut, bahkan perlu jadi prioritas perusahaan, selagi solusi terbaru bagi para pekerja yang terdiagnosis serius masih dipertimbangkan.
2. Disrupsi industri kesehatan
Tren kedua yang terjadi adalah industri kesehatan menghadapi disrupsi, karena kekurangan skill, ditambah dengan tantangan pada sistem kesehatan digital yang masih dalam tahap awal. Sebanyak 70 persen perusahaan asuransi beharap kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) bisa membantu diagnosis tahap awal dan atau navigasi tahap awal dalam lima tahun.
“Perusahaan penyedia layanan kesehatan yang didukung perusahaan pemberi kerja berpeluang untuk memimpin pasar, baik dalam hal pemberian akses pada pusat keunggulan yang berkualitas tinggi, maupun dalam mewujudkan solusi kesehatan digital,” tulis MMB Health Trends 2024.
3. Perusahaan asuransi menanggapi kebutuhan perusahaan
Perusahaan asuransi merespons kebutuhan perusahaan untuk pengendalian biaya. “Namun, sekitar 42 persen perusahaan asuransi belum memperbarui biaya deductible/excesses dan pembayaran bersama, bahkan tidak memiliki rencana untuk melakukannya,” tulis laporan tersebut.
Meski begitu, pengusaha dan dewan penasihat harus bernegosiasi dengan perusahaan asuransi untuk memastikan bahwa langkah-langkah pengendalian biaya yang masuk akal, seperti pengendalian penipuan, pemborosan dan penyalahgunaan serta fitur pembagian klaim diperbarui dan kompetitif.
4. Masih ada kesenjangan manfaat kesejahteraan karyawan
Kesenjangan manfaat kesejahteraan karyawan dalam kesehatan mental, kesehatan wanita, dan inklusifitas terus berlanjut. Sebanyak 56 persen perusahaan asuransi saat ini tidak menanggung masalah kesehatan mental, sosialisasi, dan kesulitan belajar anak-anak, remaja, dan keluarga.
“Oleh karena itu, pengusaha mempunyai kesempatan untuk membuat perubahan yang berarti bagi karyawan dengan menawarkan tunjangan inklusif dan menargetkan cakupan pada kesenjangan yang terjadi,” tulis laporan tersebut.