Jakarta, FORTUNE - Tupperware, brand alat rumah tangga yang terkenal di kalangan ibu-ibu bersiap mengajukan kebangkrutan pada minggu ini. Perusahaan diambang kebangkrutan karena gagal mengelola utang. Tak hanya itu, situasi ini terjadi tengah upaya Tupperware menghidupkan kembali bisnisnya seiring menurunnya permintaan setahun terakhir.
Hingga akhir September 2023, total utang Tupperware mencapai US$777 juta, setara dengan sekitar Rp12 triliun. Mengutip The Straits Times (18/9), sebuah sumber menyebutkan Tupperware berencana untuk mengajukan perlindungan pengadilan setelah melanggar persyaratan pembayaran utangnya dan meminta bantuan penasihat hukum serta keuangan.
Sebelum mengajukan kebangkrutan, Tupperware sudah berupaya melakukan negosiasi panjang dengan para krediturnya terkait cara menangani utang tersebut. Para kreditur pun sepakat memberi kelonggaran atas pelanggaran syarat pinjaman oleh Tupperware, tetapi kondisi perusahaan asal Florida tersebut terus memburuk.
Sejak tahun 1946, Tupperware memperkenalkan produk plastiknya ke masyarakat setelah Earl Tupper, sang pendiri, menciptakan segel kedap udara yang inovatif. Produk Tupperware kemudian menjadi populer di kalangan masyarakat Amerika melalui model penjualan langsung yang dilakukan oleh para ibu rumah tangga, termasuk di Indonesia. Sayangnya, produknya mengalami penurunan penjualan dalam beberapa tahun terakhir, tercatat penjualan turun 18 persen menjadi sekitar US$ 1,3 miliar pada tahun 2022 dari tahun 2021.
Rencana menutup pabrik di AS
Tupperware telah memperlihatkan tanda-tanda kesulitan dalam mempertahankan operasinya. Pada Juni 2024, perusahaan ini berencana menutup satu-satunya pabriknya di AS dan memberhentikan 150 karyawan.
Sebelumnya, pada tahun 2023, Tupperware melakukan restrukturisasi di jajaran direksi, dengan mengganti Miguel Fernandez sebagai CEO dan menunjuk Laurie Ann Goldman untuk posisi tersebut. Langkah ini diharapkan bisa membantu Tupperware bertahan dalam bisnisnya.
Melansir CNBC (18/9), dalam laporan terbaru kepada Securities and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat, manajemen Tupperware mengungkapkan bahwa perusahaan belum dapat melaporkan kinerja keuangan kuartal terbaru sesuai jadwal yang ditentukan. Selain itu, Tupperware juga menyatakan ketidakmampuannya menyelesaikan dan menyerahkan laporan tahunan untuk tahun 2023.
Sebagai catatan, Tupperware terakhir kali melaporkan kinerja keuangannya pada kuartal ketiga tahun lalu, yang mencakup periode hingga akhir September 2023. Dalam pengungkapan tersebut, perusahaan mengakui bahwa mereka terus menghadapi tantangan likuiditas yang serius, serta memiliki keraguan besar terkait kemampuan mempertahankan kelangsungan usaha.
"Selain itu, divisi akuntansi kami telah, dan masih terus, mengalami penurunan kinerja yang signifikan, termasuk pengunduran diri Chief Financial Officer baru-baru ini, yang menyebabkan kesenjangan dalam sumber daya, keahlian, serta hilangnya kesinambungan pengetahuan," kata manajemen Tupperware.
Dalam situasi ini, Tupperware menegaskan bahwa perusahaan tengah fokus pada dua prioritas utama: melanjutkan diskusi dengan calon investor dan mitra pembiayaan untuk mendapatkan pembiayaan jangka pendek, serta mengimplementasikan rencana perubahan strategi bisnis.
Terkait pembiayaan, Tupperware mengungkapkan bahwa mereka telah memperoleh pinjaman jangka pendek (Bridge Loan Credit Agreement) pada 12 Agustus 2024 dari GLAS USA LLC. Total pinjaman yang disetujui mencapai maksimal US$ 8 juta, dengan US$ 4 juta di antaranya telah ditarik pada 12 Agustus 2024, sedangkan sisanya akan tersedia berdasarkan evaluasi lebih lanjut dari pemberi pinjaman.