Krisis Otomotif, Volkswagen Bersiap Tutup Pabrik di Jerman
Gagal efisiensi dan lambatnnya transisi ke EV jadi alasan.
Jakarta, FORTUNE - Raksasa Otomotif asal Jerman, Volkswagen, tengah mempertimbangkan langkah drastis untuk menutup pabrik-pabriknya di Jerman, sebuah keputusan yang belum pernah terjadi selama 87 tahun sejarah perusahaan tersebut.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya perusahaan untuk mengurangi biaya secara signifikan, di tengah tantangan besar yang dihadapi oleh industri otomotif Jerman. Demikian dilansir Fortune.com.
Selain itu, pertimbangan ini muncul setelah Volkswagen mengalami transisi kendaraan listrik yang lambat serta menurunnya permintaan konsumen di Eropa. Sejak tahun lalu, perusahaan ini telah meluncurkan program penghematan biaya senilai €10 miliar, termasuk pengurangan 20 persen pada biaya personel administratif.
Namun, tantangan tersebut tampaknya belum cukup, sehingga perusahaan kini mempertimbangkan penutupan pabrik dan berupaya mengakhiri kesepakatan dengan serikat pekerja yang sebelumnya menjamin keamanan pekerjaan hingga tahun 2029.
CEO Volkswagen, Oliver Blume, menyatakan bahwa situasi ekonomi yang semakin sulit dan meningkatnya persaingan dari pemain baru di Eropa telah membuat Jerman, sebagai lokasi manufaktur, semakin tertinggal dalam hal daya saing.
"Dalam lingkungan ini, kami sebagai perusahaan harus bertindak tegas sekarang," kata Blume.
Menurunnya sentimen konsumen Volkswagen
Volkswagen tetap menjadi kekuatan global, dengan pendapatan sebesar US$348 miliar dan penjualan 9,24 juta kendaraan tahun lalu dan menjadikannya perusahaan peringkat tertinggi di Eropa dalam daftar Fortune Global 500. Namun, margin keuntungan yang tipis dan menurunnya sentimen konsumen mengancam kelangsungan perusahaan.
Kesepakatan penghematan biaya sebesar €10 miliar yang dicapai tahun lalu terlihat sebagai kemenangan bagi Volkswagen, dengan negosiasi panjang yang memastikan bahwa pengurangan tenaga kerja dilakukan secara "bertanggung jawab secara sosial."
Strategi perusahaan meliputi penawaran paket pensiun dini untuk pekerja baby boomer, pembekuan perekrutan, dan pembatasan akses baru ke Tarif Plus, kategori gaji tertinggi di Volkswagen.Namun, penutupan pabrik akan menjadi perubahan besar dari pendekatan bertahap yang sebelumnya diambil oleh Volkswagen dalam mengurangi biaya.
Keputusan akhir tentang penutupan pabrik akan sangat bergantung pada kemampuan Blume untuk bernegosiasi dengan dewan pekerja, yang anggotanya duduk di dewan direksi perusahaan.
Gagal efisiensi berujung PHK
Tiga CEO Volkswagen sebelumnya telah gagal dalam upaya mencari efisiensi, sehingga tantangan yang dihadapi Blume tidaklah mudah.
Volkswagen saat ini mempekerjakan 650.000 orang di seluruh dunia, dengan sekitar 300.000 di antaranya berada di Jerman. Komentar dari serikat pekerja menunjukkan bahwa Blume akan menghadapi perlawanan keras untuk mendapatkan persetujuan dari dewan pekerja atas usulan penutupan pabrik tersebut.
Dalam sebuah catatan kepada karyawan, yang dilihat oleh Financial Times, ketua dewan pekerja Volkswagen, Daniela Cavallo, menyebutkan bahwa CEO merek Volkswagen, Thomas Schäfer, "mengakui" bahwa rencana penghematan biaya perusahaan tidak memenuhi ekspektasi.
Akibatnya, dewan direksi kini mempertanyakan masa depan pabrik-pabrik di Jerman, perjanjian upah kolektif internal VW, dan program keamanan kerja yang berjalan hingga 2029. Perwakilan Volkswagen belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar terkait isu ini.