Jakarta, FORTUNE - Jenama sepatu HOKA kian populer di dunia. Sepatu yang digemari oleh pelari, selebritas, dan Joe Biden ini berasal dari Annecy, Prancis dan didirikan pada tahun 2009 oleh Nicolas Mermoud dan Jean-Luc Diard. Keduanya mantan karyawan brand Salomon dan juga penggemar olahraga lari gunung. HOKA One One, yang sekarang dikenal hanya sebagai HOKA, memiliki nama yang berasal dari bahasa Māori yang berarti "terbang melintasi bumi".
HOKA pernah dianggap sebagai merek underdog dibandingkan dengan merek lainnya. Namun, pada September 2012, HOKA diakuisisi oleh perusahaan pakaian olahraga yang berbasis di California, Amerika Serikat, Deckers Brands, dengan nilai sebesar US$1,1 juta. Sejak itu HOKA merangkak naik dan penjualannya mencapai angka satu miliar dolar pada tahun 2022, setelah hanya menjual sekitar US$3 juta sepatu satu dekade sebelumnya ketika merek yang didirikan di Prancis ini hanya dikenal oleh pelari hardcore.
HOKA sudah bisa menahbiskan dirinya sebagai billion-dollar brand menyaingi pemain lawas, seperti Nike dan Adidas, bahkan beradu dengan jenama sepatu di segmen trail running. Namun, kini HOKA memiliki pesaing yang mulai mengancam. Akankah popularitasnya terus bertahan?
Barnaby Day, pria pelari berusia 41 tahun bercerita kepada Financial Times bahwa ia memiliki beberapa merek sepatu lari, tapi melayangkan pujian tertinggi kepada HOKA.
"Saya menjalani maraton trail pertama saya dengan HOKA pada tahun 2018," kata Day, yang berlari setiap hari dan merupakan direktur olahraga dan kesejahteraan untuk beberapa sekolah di London tenggara.
Dia menambahkan, "HOKA yang saya pakai sekarang, Clifton GORE-TEX, sebenarnya tidak saya gunakan untuk berlari, saya memakainya sehari-hari."
Barnaby bahkan juga menjadi anggota dari komunitas global yang berjumlah jutaan--termasuk pelari trail, perawat, selebritas seperti Harry Styles dan Britney Spears, serta Presiden AS Joe Biden--yang semuanya memakai sepatu yang berjuluk 'dad shoe’ atau ‘ugly shoe’ karena solnya yang tebal.
"Mereka selalu seperti Marmite di kalangan pelari — mereka tidak selalu merupakan sepatu yang paling enak dipandang, tetapi seiring dengan semakin gilanya desain sepatu, hal itu menjadi kurang penting," kata Barnaby. Dia menambahkan, di mata para pelari HOKA telah melakukan beberapa kolaborasi dengan desainer dan mereka telah menjadi sepatu fashion sekaligus sepatu performa.
Menakar laju HOKA
Meskipun pertumbuhannya luar biasa, setelah melaporkan penjualan tahun rekor lainnya pada hari Kamis (23/5), HOKA dan pemiliknya — yang sahamnya sekitar enam kali lipat dari lima tahun yang lalu — berada pada titik kritis. Beberapa analis dan investor bertanya-tanya apakah HOKA dapat mempertahankan pertumbuhan dua digitnya di tengah persaingan ketat setelah sepatunya semakin populer selama pandemi.
Bulan lalu, Adidas mengatakan bahwa permintaan untuk beberapa sepatu mereka termasuk model Gazelle dan Samba sangat tinggi sehingga mereka menunda peluncuran produk untuk mempertahankan daya tariknya. Pesaing baru seperti On Running juga bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar yang sama dan berusaha keras untuk tumbuh.
HOKA juga berada di tengah perubahan kepemimpinan, dengan kepala komersial Deckers, Stefano Caroti, siap mengambil alih sebagai CEO ketika Dave Powers pensiun pada bulan Agustus setelah delapan tahun memimpin.
Swetha Ramachandran, manajer dana di Artemis’ Leading Consumer Brands fund, yang berinvestasi di Deckers, berkata, "Apakah HOKA memiliki apa yang dibutuhkan untuk menjadi merek US$5 miliar dan apa yang mereka perlu lakukan untuk mencapainya?" Dia mencatat bahwa mereka tetap "sangat fokus pada sepatu performa" meskipun pesaing On Running mendorong ke berbagai produk gaya hidup dan aksesori "karena mereka melihat bahwa itu adalah bagian pasar yang lebih besar."
"Dapatkah HOKA melakukan itu dengan cara yang otentik sambil mempertahankan legitimasi dan otoritas dalam bisnis alas kaki? Karena itu juga yang akan mendorong pertumbuhan tambahan."
HOKA hanya menguasai sekitar 1,3 persen dari pasar sepatu atletik, dengan pesaing On Running sekitar 1,7 persen, sementara raksasa Nike, Adidas, dan Puma masing-masing menguasai sekitar 23,7 persen, 11,5 persen, dan 4,5 persen, menurut perkiraan Stifel.
Strategi kolaborasi
HOKA telah mencoba untuk meningkatkan popularitasnya di kalangan penggemar fashion melalui kolaborasi dengan merek-merek seperti Moncler dan Free People. Dengan laju pertumbuhan saat ini, HOKA bisa melampaui Ugg sebagai merek terbesar Deckers, yang mengalami kebangkitan dalam beberapa tahun terakhir dan memiliki penjualan tahunan US$2,2 miliar.
HOKA sendiri memiliki pendapatan US$1,8 miliar pada per 31 Maret, sekitar 42 persen dari pendapatan grup Deckers. Terkait hal ini, Financial Times menyebut Deckers dan HOKA menolak berkomentar.
Perusahaan mencatat hasil tahunan yang memecahkan rekor, didorong oleh Ugg dan HOKA, dengan penjualan bersih meningkat 18,2 persen menjadi US$4,3 miliar. Keuntungan naik menjadi US$759,5 juta, dibandingkan dengan US$516,8 juta pada tahun sebelumnya, dan perusahaan mengatakan mengharapkan penjualan bersih terus tumbuh sekitar 10 persen menjadi US$4,7 miliar.
Pesaing yang lebih besar mungkin terancam oleh laju pertumbuhannya, tetapi perkiraan pangsa pasar dari Stifel menunjukkan bahwa Nike dan Adidas secara gabungan menjual 1,1 miliar pasang sepatu di dunia pada 2023, jauh dibandingkan dengan 18 juta pasang dari HOKA.
HOKA baru saja mulai mengejar ambisi internasionalnya dan masih banyak ruang untuk tumbuh. Sementara itu, pelari seperti Barnaby Day sangat bersemangat tentang lebih banyak atlet top yang disponsori oleh HOKA.
"Jika atlet yang memakai HOKA memenangkan maraton dan medali, pelari seperti saya yang tidak mencari kemenangan tetapi ingin memecahkan rekor pribadi, akan semakin tertarik memakai sepatu mereka. Sudut pandang fashion, jumlah kolaborasi yang mereka miliki, inovasinya, membuat mereka menjadi merek yang menarik," katanya.