Jakarta, FORTUNE - Sejak tahun 2007 Marche Cullinary malang melintang di industri F&B Tanah Air. General Manager Commercial Marche Cullinary, Aditya Tjandra, mengatakan saat ini perusahaan menaungi enam jenama kuliner.
"Ada Mokka Coffee, Mama Malaka, Yong Tau Fu, Gyu Jin Tepan, Singapore Street Kitchen, dan Kitchen Avenue. Kami juga memiliki layanan catering, mengakomodasi cooking class, dan food services lainnya," ujar Aditya dalam temu media di Jakarta, Rabu (28/8).
Adit menjelaskan, Marche Cullinary merupakan gabungan dari berbagai brand tersebut, tetapi Yong Tau Fu jauh lebih lama hadir sebelum holding itu terbentuk. Pada 2020 barulah Marche Cullinary hadir. Alasannya, pandemi menjadi momentum untuk memperkuat positioning agar lebih dikenal.
"Kita kumpulkan semua brand kita menjadi Marche Cullinary. Tantangannya karena kita punya banyak brand, tapi pelanggan tidak tahu bahwa itu di bawah naungan yang sama," katanya, menambahkan.
Menurutnya, sepanjang berada di industri F&B holding Marche Cullinary menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari pandemi hingga perubahan lanskap konsumen. Berbagai strategi dilakukan untuk menyiasati agar bisnis tetap eksis di tengah dinamika situasi tersebut.
Langkah memperkuat posisi diawali dari melebur manajemen. "Saat pandemi tadinya all brand manajemennya terpisah, jalan sendiri-sendiri. Dengan digabung jadi satu grup besar semua jalan bareng. Otomatis bargaining power kita terhadap pemilik lokasi ritel seperti mall semakin kuat," ujarnya.
Strategi membidik lokasi hingga rebranding
Setelah pandemi, Adit melihat ada perubahan lanskap kuliner di tanah Air mulai dari spending power yang berkurang. Untuk menyiasatinya, perusahaan melakukan riset ulang.
"Kami melakukan penyesuaian harga. Kita juga menilai lokasi di perkantoran justru lebih dominan untuk penjualan dibanding mall. Saat ini kita lihat mall hanya ramai di Sabtu dan Minggu, di weekday memang ada pengunjung tapi spending kurang. Berbeda dengan perkantoran, pelanggan sekarang lebih memilih lokasi untuk meeting misalnya, yang dekat dengan tempat kerja," kata Adit.
Peluang itu dimanfaatkan dengan membuka gerai di perkantoran sejak tahun lalu. Terbaru, perusahaan membuka Mama Malaka di gedung Patra Jasa pada Agustus 2024. "Kita lihat potensinya besar karena banyak office building yang belum punya retail store memadai. Misal setiap hari ada ribuan orang lalu lalang di Patra Jasa, sebelumnya di sini hanya satu tempat makan, ini ada peluang juga buat kita," ujarnya.
Selain itu, Marche Cullinary juga melakukan rebranding dengan memperbarui logo Mama Malaka agar lebih kekinian. Semula restoran yang didirikan pada 2008 dan menyajikan berbagai masakan peranakan (Cina Melayu) ini identik dengan konsumen yang lebih mature.
"Sekarang kita ingin mengubah imej jadi lebih kekinian, ingin menjaring semua lapisan konsumen. Ada VIP room juga untuk mengakomodasi kebutuhan rapat. Jadi anak-anak muda tidak takut untuk masuk," katanya.
Selain itu, mengubah menu signature dari yang hanya masakan peranakan menjadi kombinasi 50 persen menu Indonesia untuk menyesuaikan lidah masyarakat. Beberapa menu menjadi andalan, misalnya hidangan pembuka (appetizer) seperti jagung kriwil yang memiliki sensasi gurih manis pedas, serta hidangan utama berupa nasi lemak dan aneka menu ikan dengan Kerapu asam manis dan saus mangga, serta dessert es kacang yang otentik.
Adit mengatakan, saat ini ada 40 outlet dari seluruh brand Marche Cullinary yang tersebar di jabodetabek dan Bandung. Hingga akhir tahun 2024, masih menargetkan ekspansi meskipun ia tak memerinci detailnya.
Sebagai informasi, Marche Cullinary dan PT Foodindo Dwivestamas merupakan bagian dari satu holding company yang memiliki bisnis utama dalam memproduksi aneka saus dan bumbu masakan dengan brand My Taste (di bawah anak usaha PT Kulinari Boga Sejahtera). Sinergi ini juga menjadi strategi untuk menghadirkan produk dengan bahan baku terbaik kepada konsumen, termasuk pecinta kuliner.